Cantiknya Aku dan Tampannya Dia
Selepas turun dari mobil dan menutup pintunya, aku berjalan ke arah dia. Kuselipkan tangan kananku di antara lengan kekarnya. Sesaat aku memandang wajahnya dan tersenyum. Kulanjutkan langkah kakiku menuju grand ballroom sebuah hotel berbintang di Ibukota. Aku mengajaknya menghadiri pesta pernikahan teman semasa kecilku. Entah telah berapa banyak pesta pernikahan yang pernah kami hadiri, aku sendiri tak mampu mengingatkan. Yang kuingat, tak pernah sekalipun aku pergi ke pesta tanpa dia. Yup.. Selalu ada dia di sisiku..
Aku dan dia pun siap memasuki pintu utama hotel. Kunaiki satu per satu anak tangga yang berlapiskan marmer. Masuk ke lobby, lampu-lampu kristal berkilauan menyambut aku dan dia. Banyaknya rangkaian bunga impor menambahkan kesan mewah di hotel tersebut.. Orang-orang dengan penampilan menawan yang berlalu lalang di lobby pun semakin menunjukkan kelas hotel tersebut.
Aku bergumam dalam hati, ‘Ah… Mewahnya hotel ini…’
Kulanjutkan langkahku menuju grand ballroom. Sudah terbayangkan bagaimana indahnya grand ballroom tersebut. Tanganku masih terselip di lengannya. Tak sedetik pun ingin kujauhkan diriku dari dia. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku harus terus menggamit lengannya. Ada yang istimewa saat aku bisa berjalan berdampingan dengan dia, termasuk saat melangkah di hotel mewah ini.
Aku pun telah berada di ruang pesta yang benar sesuai perkiraanku, mewah dan indah. Siapa pun akan kagum melihat dekorasi di ruangan luas ini. Aku dan dia berdiri di tengah ballroom bersama tamu undangan lain. Aku masih harus menunggu sang mempelai memasuki ruangan. Aku memang selalu berusaha untuk datang lebih awal ke pesta pernikahan. Bagiku datang ke pesta pernikahan adalah saat di mana aku bisa menyaksikan teman-temanku berjalan di karpet merah sebagai tanda mereka memulai kehidupan yang baru. Jadi tak lucu rasanya bila aku datang terlambat saat semua orang sudah menikmati hidangan.
Mataku berkeliling mengitari setiap sudut ballroom. Kuamati setiap bunga yang mekar dan dirangkai dengan indah. Kulihat juga berbagai hidangan telah tersedia dengan cantiknya, menunggu untuk disantap. Sebentar kualihkan mataku kepadanya dan tersenyum. Lalu kulanjutkan memandangi setiap tamu yang sudah pasti tampil dengan busana terbaik yang mereka miliki. Beberapa menit kemudian aku menyadari ada banyak mata yang mampir kepadaku dan dia. Tak hanya satu orang. Aku sempat merasa canggung. Aku berpikir jangan-jangan ada gaunku yang bolong atau bedakku yang berantakan. Tapi rasanya tak mungkin. Aku telah menghabiskan lebih dari 1 jam berputar-putar di depan cermin sebelum akhirnya berangkat. Kupandangi dirinya, juga tak ada yang salah. Semuanya tampak sempurna. Tapi mengapa masih saja banyak mata yang memandangi aku dan dia? Aku penasaran…
Pesta pun berlangsung meriah dan megah. Aku dan dia menikmati pesta malam ini, termasuk hidangan yang begitu lezat…
Setelah berfoto bersama sang mempelai, aku dan dia pun memutuskan untuk pulang. Kembali kugamit lengan kekarnya dan berjalan keluar ballroom. Sepanjang jalan lagi-lagi kutemui mata yang menatap aku dan dia. Kembali aku dibuat penasaran. Sebenarnya apa yang salah sehingga mereka semua melihat ke arah aku dan dia?
Di perjalanan pulang aku berpikir keras tentang itu. Sampai kutemui jawaban yang teramat baik. Kusampaikan jawabanku kepada dia, “Pasti mereka terkagum melihat aku dan kamu… Aku cantik dan kamu tampan…”
Dia tertawa lepas mendengar jawabanku lalu meledekku seperti biasa. Dia menganggap aku terlalu percaya diri dan dia tak percaya akan jawabanku. Dia merasa dirinya biasa saja, jadi tak mungkin orang terkagum melihat dia. Tapi aku masih kekeuh mengatakan aku cantik dan dia tampan. Dan mobil kami terus melaju di gelap malam menuju rumahku.
Dia… memang lebih sering menganggap dirinya biasa saja. Malah dia lebih sering memujiku. Dia bilang aku cantik, aku manis, dan sebagainya.
Andai dia tahu betapa aku memiliki ribuan kata untuk memujinya. Meskipun dia berkata bahwa dirinya tak istimewa, bagiku dia yang teristimewa. Kini aku mengerti mengapa aku merasa ada sesuatu yang istimewa saat berjalan di sisinya. Ada rasa bangga dalam diriku saat menggamit lengannya. Semakin aku berpikir, semakin kusadari betapa aku memperoleh berkat yang indah karena boleh mendampingi dia.
Wajahnya tak seperti model majalah pria dewasa… Ya hampir seperti merekalah…
Badannya pun tak berotot seperti para model itu… Tapi cukup sempurna untukku bersandar…
Senyumnya tak semanis bintang film terkenal… Tapi bagiku itu yang termanis…
Aku bangga, bukan hanya karena fisiknya.
Aku bangga, bukan karena semua orang di pesta pernikahan memandang kami sebagai pasangan serasi.
Aku bangga, karena semua hal yang ada pada dirinya.
Tak pernah kuminta dia untuk berubah karena aku menyukai semua yang dia miliki.
Tak pernah kumencari orang lain karena aku telah mendapatkan yang terbaik.
Mungkin rasa bangga inilah yang mendampingi aku saat mengarungi tahun demi tahun perjalanan cinta.
Mungkin rasa bangga inilah yang memupuk kesetiaanku dalam mendampinginya.
Ingin terus kuselipkan tanganku di lengan kekarnya sebagai tanda aku ingin terus setia bersamanya.
Aku bangga maka aku setia…
Comments
Post a Comment