Mereka yang Lebih Berharga

Aku sedang mengumpulkan niat untuk menulis sampai akhirnya adikku mensharingkan sebuah video yang berkaitan dengan topik yang ingin kutulis ini. Topik ini telah ada di otakku sejak seminggu yang lalu, tapi baru sekarang aku berhasil menerjemahkan ke dalam tulisan. Hari-hari kemarin terasa berat. Radang tenggorokan yang mendera membuatku enggan melakukan apa pun. Rasanya ingin segera menyentuh kasur, sepulang dari kantor.
Tapi hari ini, aku menemukan sebuah video yang amat sangat mendukung topik tersebut. Seperti mendapat sebuah dukungan, aku langsung bersemangat untuk menulis tentang ini… ^^

Hari Minggu, 12 Juni 2011, harusnya menjadi hari libur seperti biasa, di mana aku berjalan-jalan ke mall dengan keluarga atau Larry. Tapi tidak dengan hari Minggu kemarin. Aku ‘terpaksa’ seorang diri berkeliling mall. Yup! Benar-benar seorang diri. Aku memang terbiasa berjalan-jalan sendiri di mall karena menurutku akan lebih nyaman tanpa kehadiran orang lain. Apalagi bila aku bertujuan mengejar diskon atau membeli sesuatu. Lebih baik sendiri.

Mall yang kudatangi kemarin merupakan salah satu yang terbesar di Jakarta. Terletak di tengah Ibukota, mall ini memberikan kesan mewah. Ditambah dengan orang-orang yang berada di mall ini, akan makin menunjukkan kemewahan Ibukota.
90% pengunjung mall ini berpenampilan mewah dan waahhh…
Semua branded mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Pokoknya woowww!!!
Ditambah dengan gadget mutakhir di setiap genggaman mereka…
Makin wooowww!!!
(Dengan pernyataanku seperti ini, aku termasuk yang 10% karena aku tak memiliki barang branded ataupun gadget mutakhir… hahahahaha….)

Bukan tanpa tujuan aku berada di mall mewah ini. Aku sedang mencari kado untuk temanku yang akan berulang tahun. Aku berputar-putar, memasuki toko demi toko, mencari barang yang pas untuk temanku.
Telah lebih dari 1 jam aku mengelilingi mall ini dan aku masih belum mendapatkan kado untuk temanku.
Fiuuuffhhh…. Nyaris putus asa… Sulitnya membelikan kado untuk seseorang.

Aku terus melanjutkan langkahku.
Hingga di depan sebuah gerai pakaian anak, aku melihat seorang anak laki-laki bersama ayahnya. Anak laki-laki tersebut kuperkirakan berumur 8 tahun. Sang ayah pun masih terlihat muda dan gagah.
Kuperhatikan tingkah si anak. Seperti meluapkan kekesalan, tangannya terus memukuli dada sang ayah. Si ayah berusaha menghindari pukulan-pukulan ringan si anak.Tapi anak laki-laki tersebut semakin sering memukul ayahnya. Lalu dia berkata, “Papa abis dari mana sih??? Dari tadi aku cariin! Pasti abis maen BB yah!!”
Ayahnya tak bisa berkata banyak, hanya mampu berkata “Ngga koq” untuk meyakinkan anaknya bahwa dia tidak memainkan BBnya.
Aku sedikit menggeleng.
Anak zaman sekarang memang lebih berani, lebih ekspresif dalam meluapkan apa yang ada di dalam hatinya.
Tapi aku heran mengapa anak sekecil itu mengeluarkan protes mengenai gadget ayahnya. Aku berasumsi sendiri. Kalau anak umur 8 tahun sudah bisa melontarkan protes seperti itu, berarti hal tersebut bukan kali pertama dia alami. Pasti sudah sering dia melihat ayah atau ibunya asyik dengan BB atau gadget masing-masing. Dan kejadian di mall yang aku saksikan mungkin puncaknya, terlihat dari kekesalannya pada sang ayah.

Aku lalu berpikir, apakah ini tujuan dari diciptakannya gadget canggih?
Bukankah tujuan awalnya untuk mempermudah segala hal, khususnya komunikasi.
Tapi mengapa aku seperti melihat banyak orang lebih asyik berkomunikasi dengan orang yang entah berada di sana ketimbang dengan orang-orang yang berada di sampingnya.
Hal seperti itu sudah menjadi sangat biasa sekarang ini.

Di mall¸ segerombolan anak muda berjalan bersama. Hang out… Tapi setiap dari mereka sibuk dengan gadgetnya. Lalu aku berpikir, bukankah untuk bertemu di satu mall, mereka harus bersusah payah meluangkan diri dari kesibukan rutinnya?? Tapi setelah akhirnya dapat bertemu, mengapa yang mereka lakukan bukan melepas rindu atau bertukar cerita, tapi malah sibuk dengan gadget masing-masing.

Di sebuah kafe mewah, duduk sepasang pria dan wanita. Mereka terlihat sebagai sepasang kekasih. Tapi di zaman sekarang, sepasang kekasih tak lagi berkomunikasi langsung empat mata. Lebih banyak pasangan yang memilih gadget nya untuk berkomunikasi satu sama lain. Jangankan untuk berbicara dengan pasangannya, makanan pun mereka biarkan dingin, tak tersentuh.

Di gereja, 15 menit menjelang dimulainya misa, pasti akan sangat banyak orang yang menggengam gadgetnya. Mungkin mereka pikir untuk mengisi waktu, toh misanya belum mulai.

Hal ini telah dibahas pula dalam misa minggu lalu, di Hari Komunikasi Sedunia. Paus Benedictus, dalam suratnya, meminta kita untuk menggunakan gadget yang kita miliki secara bertanggung jawab. Aku sendiri selalu berusaha menjauhkan handphoneku saat bersama keluarga, teman, atau pacar.
Hal yang selalu aku tanamkan dalam diriku, “Vel, waktu untuk bertemu mereka sangatlah sedikit. Jadi jangan sia-siakan saat-saat bersama orang terkasih. Gadget, secanggih apa pun, tak akan mampu menggantikan kehadiran nyata mereka semua.”

Ini sebuah video yang dishare oleh adikku, yang aku ceritakan di awal tulisan ini.
I really really really love this video
Mari sadari bahwa orang-orang di sekeliling kita adalah yang paling berharga. Jadi, jangan  pernah gantikan mereka dengan gadget yang kita miliki.


Comments

Popular Posts