Buka Tangan dan Berbagi

Di kantorku sekarang, seluruh karyawan mendapat jatah makan siang. Pada pukul 11.30 setiap harinya, aku dan seluruh karyawan bersiap-siap turun ke kantin di basement untuk makan siang. Menunya bisa dibilang cukup standar. Hanya seharga belasan ribu rupiah. Setiap harinya hampir tak ada yang istimewa. Bahkan lebih banyak menu makanan dengan rasa aneh.
Belakangan ini, aku lebih sering membawa bekal dari rumah. Aku lebih memilih membawa bekal karena makanan di kantor semakin tak jelas rasa dan kebersihannya. Tapi aku tetap bersyukur loohhh… Aku tak membuang makanan kantin. Jatah makanan dari kantor tetap kuambil. Biasanya bila membawa bekal dari rumah, jatah makanan dari kantin kubungkus. Aku bawa pulang dan biasanya kuberikan pada asisten rumah tanggaku. Beberapa kali pernah kuberikan pada tukang bangunan yang sedang merenovasi rumahku.

Hari ini, aku juga membawa makan siang dari rumah. Jadi jatah makan dari kantor kubawa pulang. Awalnya akan kuberikan pada asisten rumah tanggaku. Tapi saat berhenti di lampu merah, ada seorang anak laki-laki menghampiri mobilku. Dia menjajakan barang dagangannya. Aku pun memberikan bungkusan berisi nasi, lengkap dengan lauk, sayur, gorengan, buah, dan kerupuk kepada anak laki-laki tersebut. Pelan terdengar ucapan ‘terima kasih’ dari mulutnya. Lalu anak itu berlalu menjauhi mobilku. Kulihat dari kaca spion, dia berjalan ke arah belakang mobilku. Tapi kemudian dia membalikkan badannya lalu berteriak memanggil teman sebayanya. Temannya yang juga berada di trotoar langsung berlari menghampiri. Ternyata si anak laki-laki tadi bermaksud membagi makanan yang baru saja dia terima.

Sambil menunggu lampu berganti hijau, aku bergumam dalam hati.
‘Selama ini sepertinya aku tak pernah bisa seperti anak laki-laki tadi.’
Aku berpikir bahwa aku terlalu egois dalam menjalani kehidupan. Egoku terlalu tinggi dalam menghadapi banyak hal. Rasanya sulit menjadi seperti anak kecil tadi. Aku coba memposisikan diriku sebagai anak kecil tadi. Seandainya aku yang mendapatkan sesuatu yang gratis, rasanya aku ingin memilikinya sendiri. Mungkin tak terpikir olehku untuk berbagi dengan sesamaku.
Tapi tadi sore aku belajar untuk membuka tanganku dan berbagi.
Dari si penjual asongan, aku belajar bahwa berbagi bukan tentang memberi dari kelimpahan. Tapi berbagi terasa begitu indah bahkan saat kita memberi dalam kekurangan.
Kadang kita berpikir, “Gimana mau memberi kalo buat hidup gue sendiri aja kekurangan???”
Atau berpikir, “Nanti deh gue nyumbang kalau gue uda jadi jutawan…”

Bahkan anak kecil yang hanya pedagang asongan, mengerti tentang berbagi dengan sesama.
Bahkan anak kecil yang hidup dalam kesederhanaan, tak mengutamakan egonya.
Bahkan anak kecil yang hanya memperoleh satu porsi makanan, rela membaginya kepada sesama.

Mari belajar untuk melepaskan ego dan mari membuka tangan untuk berbagi… ^^

Comments

Popular Posts