Serunya Makassar, Indahnya Toraja (5): Samalona dan Kodingareng


Saat masih terlelap tidur, salah satu telpon di ‘kamar’ kami berbunyi. Lama bordering tak diangkat, artinya ‘kamar’ itu cukup nyaman untuk tidur nyenyak.. hahaha..
Setelah beberapa kali bordering, akhirnya ada yang mengangkat.
Kami dibangunkan karena sebentar lagi akan tiba.
Ya, kami telah tiba kembali di Makassar!
Bersiap untuk keindahan lainnya yang sebenarnya kami belum tahu apa.. hahaha..

Jam 5.20 kami turun dari bus seru dan takkan terlupakan..
Terimakasih bus mewah dan Toraja!
Turun tepat di depan Hotel Best Western, kami pun masuk ke lobi. Setengah sadar karena bahkan kami ga pernah bangun sepagi itu di rumah..

Mengurus early check-in, tambahan biayanya hampir sama dengan harga kamar yang kami pesan.
Jadi kami hanya menitipkan koper lalu melakukan rutinitas pagi di toilet lobi hotel.
Lagi-lagi ga pake mandi, terakhir mandi siang sebelumnya di Lolai.. hahaha..

Mengumpulkan nyawa dengan duduk bengong di sofa lobi hotel. Nyawa belum terkumpul tapi kami sudah harus berpikir abis ini mau ngapain, mau ke mana.. hahaha..
Bocah petualang masih berlanjut kisahnya. Kisah tanpa rencana, serba mendadak..
Cowok-cowok pasrah, jadilah aku yang cewek sendiri harus kepo. Nyari-nyari di Google Maps, tempat sarapan yang walking distance dan sudah buka sepagi itu. Akhirnya ketemulah Pangsit Mie Palu yang buka jam 7 pagi, menurut Google Maps. Jaraknya ga deket juga sih, sekitar 1 km.. hahaha.. Tapi cowok-cowok mau tuh jalan kaki pagi. Olahraga.




Sambil makan, topiknya masih sama: “abis ini mau ke mana?” hahaha..
Salah satu teman WYD, Ci Johanna, yang tinggal di Makassar ngajak ketemu. Ya udah, janjian di Katedral Makassar. Saat itu kebetulan, banyak pilgrim Asian Youth Day yang sedang Days in Diocese di Keuskupan Makassar.

Selesai sarapan mie babi Tore, Eric memesan Grab Car menuju Katedral Makassar. Saat kami tiba, ratusan anak muda pun tiba. Kami sempat dikira sebagai peserta. Terlihat banyak anak muda dan juga pastor Korea.

Kami masuk ke dalam gereja untuk berdoa dan berkeliling melihat Katedral ini. Tak lama, Ci Johanna mengajak kami ke aula gereja untuk mengikuti pembukaan Days in Diocese. Seru, rame!
Langsung terasa euphoria WYD. Nyanyi bareng, joget bareng, khas anak muda Katolik.



Si Bolang kumal bersama Bapa Uskup Makassar..
Karena ingin melanjutkan jalan-jalan di Makassar, kami pun pamit. Namun bersamaan dengan selesainya acara pembukaan. Pilgrim akan melanjutkan perjalanan di kota Makassar.
Muka kumal belum mandi 24 jam, pake acara foto sama Uskup Makassar dan sekretarisnya, Romo Paulus.. hahaha.. Rezeki anak belum mandi ya, malah sempat berbincang dengan Bapa Uskup.

Saat menuju keluar, kami bertemu seseorang.
Cowo yang kami temui di gereja Toraja, saat kami baru selesai lari marathon. Ternyata dia pilgrim AYD. Saat ketemu di Toraja, kami malah ngobrol soal makanan Toraja. Eh, ketemu di Makassar!!
Masih ga abis pikir loh.. Kq bisa yaaaa..

Si dia yang sudah bertemu kami di Toraja.. hahaha.. Jodoh pasti bertemu!
Lagi-lagi kami merasa diberkati lewat orang-orang yang tak sengaja kami temui.

Dari gereja, Eric kembali memesan Grab Car. Bersama Ci Johanna, kami melanjutkan kuliner Makassar. Kali ini Coto Makassar Nusantara. Kesampean juga makan Coto Makassar langsung di kotanya.. hehehe..


Selesai bersoto ria, kembali bingung mau ke mana. Akhirnya ke Fort Rotterdam, salah satu tempat bersejarah di Makassar yang wajib dikunjungi.





Setelah hanya sekitar setengah jam berkeliling dan berfoto di Fort Rotterdam, kami berniat menyeberang ke beberapa pulau. Pulau Samalona dan Pulau Kodingareng. Pulau yang bahkan baru pernah aku dengar namanya, hasil rekomendasi sopir Grab.
Awalnya kami bingung bagaimana cara menyewa kapal untuk menyeberang ke pulau tersebut. Tapi saat sedang berfoto di depan Fort Rotterdam, seorang pemuda menghampiri kami, menawarkan kapalnya. Bak gayung bersambut atau ini yang namanya jodoh. Si abang sedang sepi penumpang, kamipun sedang mencari kapal..

Setelah tawar menawar, deal 500 ribu untuk menyeberang ke dua pulau tersebut.
Yang pertama kami tuju adalah Pulau Samalona, pulau kecil yang berpenghuni dan juga terdapat resort untuk turis menginap. Tiba di Samalona, kami berkeliling. Pulau yang sepi, pantainya pun masih sangat bersih. Karena waktunya makan siang, kami memesan 2 ekor ikan baronang bakar. Ikan laut yang fresh, yang dinikmati di gubuk tepi pantai. Jangan bayangkan ada restoran. Berteman angin dan debur air laut, ikan ini menjadi penyempurna waktu kami di pulau Samalona.
Selesai menyantap ikan bakar, kami melanjutkan berkeliling pulau. Tak butuh waktu lama untuk berkeliling karena pulau ini memang kecil.

Saat matahari terik, berdiam di gubuk atau bale-bale menjadi pilihan yang tepat.  Pertama kalinya aku tertidur di tepi pantai. Rasanya segar, dengan luasnya biru yang terhampar di hadapan dan semilir angin laut terasa sejuk menyentuh kulit. Satu momen berharga yang jarang kudapati, bahkan belum pernah. Kapan dan di mana coba aku bisa tertidur di pinggir pantai.. hahaha..












Karena hari makin sore dan masih ada satu pulau lagi yang harus kami datangi, kami pun beranjak meninggalkan Samalona.

Sekitar jam 3 sore, perahu kami meninggalkan Samalona dan menuju Kodingareng. Air laut sudah agak tinggi dan mulai terasa tingginya ombak. Perjalanan menuju Pulau Kodingareng diwarna dengan cipratan air laut yang memang sudah tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk tiba di Kodingareng pun jadi lebih panjang karena perahu harus melaju perlahan.

30 menit kemudian, sebuah pulau mulai terlihat dari jauh. Kecil dan perlahan menjadi besar dan nyata seiring perahu kami merapat.


Pulau Kodingareng



Lebih kecil dari Samalona, Kodingareng pun tidak berpenghuni. Tidak ada penduduk yang tinggal di pulau ini. Saat kami datang terlihat hanya ada beberapa pekerja yang sedang mengerjakan bangunan di pulau tersebut.

Walau kecil, dari pulau ini aku bisa menyaksikan hamparan luas laut yang berpadu cantik dengan birunya langit.. Gradasi biru yang sempurna yang menjadikan pandangan mataku terasa begitu indah.













Dari barat, terik sinar matahari yang segera akan tenggelam nyata menyinari. Pantulannya telah terlihat. Aku senang karena yakin bahwa sore itu sunset akan sangat cantik. Tapi sayangnya kami harus segera meninggalkan Kodingareng untuk kembali ke Makassar. Matahari hampir tenggelam yang artinya air laut akan pasang dan akan sangat bahaya bila kami tidak segera kembali ke Makassar.
Mau tidak mau aku pun meninggalkan pulau cantik ini.
Dan benar saja, perjalanan perahu kami menuju Makassar menjadi seru. Lajunya harus menjadi sangat lambat karena ombak yang sangat tinggi yang menggoyang perahu.

Aku memilih untuk duduk menghadap belakang, menghadap Pulau Kodingareng yang makin terlihat kecil. Aku tak hanya ingin menikmati pulau itu dari kejauhan tapi juga aku menunggu saat matahari menyentuh bibir laut.



Walau sempat kecewa karena tak bisa menikmati sunset dari pulau, lagi-lagi aku merasa sangat terberkati.
Jelang merapat di Makassar, si abang perahu menghentikan lajunya. Dia menyuruh kami menikmati detik-detik si bulat sempurna matahari menyentuh laut lalu menghilang.
Sungguh, moment yang teramat indah.
Bak kuning telur bulat matahari besar itu sempurna tenggelam di balik laut.
Berkali-kali menanti momen matahari tenggelam, ini yang paling indah yang pernah kusaksikan. Tanpa terhalang awan atau apapun. Sempurna. Indah.


Sunset sempurna!

Sekitar jam 6, tetap setelah tenggelamnya matahari, kami tiba kembali di Makassar.
Karena rekor baru terpecahkan, yakni ga mandi selama lebih dari 30 jam, kami pun memutuskan kembali ke hotel untuk mandi.. hahahaha..

Setelah mandi, nyari makan malam.
Belum cukup capek sepertinya, kami memilih berjalan kaki menuju Rumah Makan Seafood Losari.
Seafood dan sambal khas Makassarnya enak! Mantap!!
Kami tidak terlalu capek, tapi selama makan seafood, badan kami terombang-ambing. Goyang.. hahahaha.. Kelamaan di perahu dengan ombak yang dahsyat..





Kenyang menyantap seafood, kami masih lanjutkan perjalanan kaki menuju Pantai Losari. Buat aku yang baru pertama kali ke Makassar, ke Pantai Losari adalah wajib donk.. Tapi karena malam hari, tak terlalu banyak yang bisa kami nikmati. Mau jajan pun perut sudah terlalu kenyang..

Dari Pantai Losari, kami kembali ke hotel dengan tetap berjalan kaki.. hahaha.. Baterai badan masih penuh, masih full energy..



Malam menjemput, satu hari di Makassar ini terlalu seru. Tanpa rencana tapi semua berjalan mulus..
Masih ada 2 hari di Makassar..

Keseruan masih berlanjut..

Comments

Popular Posts