Serunya Makassar, Indahnya Toraja (4): Lolai, Negeri di Atas Awan
Jangan ditanya seberapa dingin malam
yang kulalui di atas bukit.
Walau di dalam tenda, tidur di atas
kasur angin, dan berada di dalam gazebo, dengan tirai bambu di sekeliling
gazebo, rasanya DINGIN BANGET!
Kemping-kempingan
ini ada selimut berbulu yang tertinggal di tenda Stephen Eric, yang artinya aku
harus berjibaku melawan dingin hanya dengan jaket wind breaker.
Larry
yang setebal itu aja kedinginan, gimana aku.. hahaha.. Untungnya kami bisa berpelukan
donkkk biar anget, walau tetep aja dingin banget.. hahahaha..
Ngapain sih pake tidur di tenda
segala?
Semua demi melihat indahnya Negeri
di Atas Awan. Di ketinggian 1.300 di atas permukaan laut, jelas dinginnya.
Tapi dari atas sini keindahan lain
dari Toraja kusaksikan dengan mata sendiri.
Terlalu semangat menyambut terbitnya
matahari, kami terbangun jam 5.30. Berjalan ke toilet sambil menggigil, jadi
tak heran bila semalam kami ga mandi.. hahaha..
Jam
6.30 perlahan langit mulai terang, sayangnya matahari terbit tak nampak begitu
indah. Bahkan awan yang begitu ingin aku lihat sama sekali tak muncul. Aku pun
mulai merasa kecewa, mulai berpikir tidak dapat menikmati awan berarak dekat di
depan mata. Orang-orang pun mulai meninggalkan tempat. Tempat yang memiliki
banyak spot foto itu menjadi sepi. Matahari pun semakin tinggi, suasana menjadi
hangat.
Sekitar
jam 8.30 perlahan barisan awan putih bergerak menghampiri kami. Makin lama
makin banyak hingga berhasil menutup kota yang tadinya terlihat jelas dari
tempat kami berdiri.
Awan
yang kunantikan akhirnya tiba!
Luar
biasa cantik..
Tak
terlukiskan dengan kata-kata..
Bangku
bambu panjang yang berada di situ menjadi tempat terbaik bagiku, bagi kami
berempat.
Berteman kopi Toraja dan mie instan,
kami menikmati alam Toraja dari puncak. Perlahan kabut putih menutupi
pandangan kami. Tak lama berganti dengan awan tipis. Bukit, pepohonan, dan
gunung menjadi pemandangan yang terlalu cantik untuk aku tinggalkan. Lukisan
yang sesungguhnya, alam yang begitu indah.
Tak
henti aku mengucap syukur atas waktu yang boleh aku nikmati, untuk hamparan
alam di hadapanku yang tak henti aku puji keindahannya..
Setelah
sekitar 1 jam duduk begitu dekat dengan alam, aku harus bersiap meninggalkan
tempat tersebut. Matahari makin tinggi. Rasanya tak rela untuk beranjak karena
aku tak tahu kapan lagi aku bisa menikmati pemandangan yang seindah ini. Tapi
perjalananku masih harus terus berlanjut.
Karena
tidur di tenda pun merupakan hal langka buatku, ga mau kehilangan momen untuk
foto-foto donk.. hahaha..
Saat
telah jam 12 dan kurasa sudah cukup panas, aku memutuskan untuk mandi setelah
24 jam belum mandi.. hahaha..
Airnya
dingin!!! Tapi segar, khas air pegunungan.. Lagi-lagi hal yang jarang aku
temui..
Selesai
mandi dan berkemas, kuucapkan selamat tinggal pada perbukitan, pepohonan,
kabut, dan awan yang telah menyegarkanku..
Semoga
di lain waktu ada kesempatan lagi bagiku untuk mengulang keindahan itu..
Sekitar
jam 1 siang, bersama mobil Kijang kotak jadul, kami meninggalkan ketinggian
bukit menuju ke bawah, Rantepao. Dalam hitungan jam kami akan meninggalkan
Toraja.
Tempat kami bermalam menikmati beribu bintang.. |
Tiba di Rantepao, lapar.. hahaha..
Untuk
ketiga kalinya dan yang terakhir kami makan Pong Buri. Kali ini sampe minta foto sama ibu pemilik warung..
hahaha..
Selesai makan, kami sudah tidak
punya kendaraan. Bawaan cukup banyak walaupun koper kami titipkan
di Hotel Misiliana.
Film
Filosofi Kopi 2 yang mengambil tempat syuting di Toraja cukup memberi kami
inspirasi mengenai tempat di Toraja, salah satunya Jak Coffee. Kedai kecil ini
bukan tempat syuting. Tapi sekitar seminggu sebelumnya, Chico Jerriko dan Rio
Dewanto ke Toraja dan mampir ke kedai ini. Karena waktu masih menunjukkan jam 2
siang, akhirnya kami berjalan kaki ke Jak Coffee yang hanya berjarak 50 meter
dari Pong Buri.
Tapi sedih karena ternyata kedai ini
tutup baru buka jam 5 sore. Bingung deh mau ke mana. Di tengah
kebingungan kami, bak anak hilang, bawa-bawa tas banyak banget, pintu kedai
dibuka oleh seseorang. Awalnya dia bilang kedainya baru akan buka jam 5 sore,
kami diminta untuk ke kedai kopi lainnya yang tak jauh dari situ.
Tapi
berselang beberapa menit, mungkin karena tak tega melihat kami berempat
terlunta-lunta tak tau arah jalan, si mas akhirnya mempersilakan kami masuk ke
kedainya.
Setelah masuk, kami baru tahu
mengapa si mas menutup kedainya siang itu. Dia sedang roasting biji kopi.
Tak butuh waktu lama, kami merasa
seperti di rumah. Memutar lagu dari ponsel kami, berbincang dengan si mas yang
ternyata pemiliki kedai. Tak butuh waktu lama juga untuk akrab dengan si mas,
bak teman lama.
Pembicaraan kami mulai dari soal
biji kopi dan berbagai jenisnya, cara mengolahnya, hingga sejarah Toraja dan
Sulawesi Selatan.
Jelang sore jam 5, si mas masih
belum juga membuka kedainya. Mungkin terlalu asyik bercengkrama dengan kami..
hahaha..
Seseorang mengetuk pintu kedai
meminta untuk masuk. Awalnya si mas menolak dengan alasan. Tapi tak lama
akhirnya tamu tersebut diperbolehkan masuk.
Kaka
Slank beserta istri dan anaknya..
Mereka
yang kami cari-cari saat Toraja Marathon malah menghampiri kami di kedai kopi
ini.
Perjalanan kali ini benar-benar
penuh berkat, salah satunya melalui orang-orang yang kami temui.
Jelang jam 6, kami harus
meninggalkan Jak Coffee untuk kembali ke Hotel Misiliana dan menunggu bus menuju
Makassar.
Setelah berfoto bersama dengan Kaka
Slank dan juga si mas Jak Coffee, kami dipesankan taksi.
Sekali-kalinya minum kopi private gini.. hahaha.. |
Pertemuan dengan Kaka ini membuktikan kalau jodoh pasti bertemu.. |
Bahkan sopir taksi yang mengantar kami ke hotel pun adalah berkat buat kami. Seorang ibu keturunan yang langsung bercerita soal kisah perjuangan hidupnya. Memiliki perusahaan taksi dan juga narik taksinya sendiri.
Tiba di Hotel Misiliana sekitar
pukul 7 malam. Masih banyak waktu sebenarnya untuk mencari makan malam di
sekitar hotel. Tapi kami memutuskan untuk makan di restoran hotel.
Sekitar
pukul 8.15 kami bersiap di pinggir jalan, persis di pintu masuk Hotel
Misiliana. Bus-bus malam berukuran besar nan mewah berseliweran di depan kami.
Tak lama bus Putra Jaya berhenti, kami pun segera naik. Kami tak sabar masuk ke
dalam bus dan segera menuju ke bagian belakang untuk mendapati kursi khusus
kami.
Salah
satu momen lucu dan tak akan terlupakan.
Kami
membeli tiket untuk sleeper seat.
Lebih tepatnya bukan lagi tempat duduk, tapi kasur. Iya, kasur! Kasur di dalam
bus. Bus ini memang menyediakan 4 kasur. Pikir kami, pas untuk berempat. Pikir kami seru bisa punya private room selama perjalanan ke Makassar.
Begitu
masuk ke dalam ruang di bagian belakang bus, kami berempat ngakak ga berenti..
Karena yang di hadapan kami lebih mirip lemari.. hahahaha..
Dua
ranjang susun, kiri dan kanan. Dengan 3 cowo itu, ruangan makin terasa sempit.
Tau kasurnya Nobita donk? Ya seperti
itulah.. hahahaha..
Lengkap dengan pintu geser, pintu
slorokan..
Karena bus sudah melaju, kami segera
memilih kasur. Aku di kiri atas, di kiri bawah Eric, di kanan atas Stephen, dan
Larry di kanan bawah.
Larry lebih mirip beruang masuk ke kandang.. hahahaha.. |
‘Kamar’ kami lengkap dengan bantal guling, telepon, TV, dan yang terpenting jendela!! Kalau ga ada jendela, kayak masuk kulkas.. hahaha..
Bersiap tidur ceritanya, celananya juga cucok.. hahaha.. |
Perlahan,
bus meninggalkan Rantepao turun menuju Makale dan meninggalkan Toraja.
Aku,
seperti biasa, mellow..
Terimakasih,
Toraja..
Untuk
keindahan dan keajaiban..
Untuk
alam dan budaya..
Untuk
cerita dan adat..
Terimakasih
telah membuat aku semakin bangga menjadi anak Indonesia.
Sama
sekali tak menyesal pernah menginjakkan kaki di Toraja.
Kalau
mereka bilang, “Jangan mati, sebelum ke Toraja.”
Aku
bangga sudah ke Toraja!
Bus
menembus gelap malam. Selesai bermelow ria di ‘kamar’, di saat Larry dan
Stephen sudah tertidur, aku dan Eric mabok!!
Ya
ampunnn.. Ini pertama kalinya banget
aku mabok di perjalanan.
Baru
selesai makan malam, tiduran di bagian paling belakang bus, dengan laju yang
cepat dan kiri kanan. Mual.
Eric
memanfaatkan fasilitas telepon. Nelpon mas kenek minta kantong plastik dan
tisu. Si mas datang ke belakang. Daripada muntah ngotorin kasur, mending sedia plastik dulu kan.. Akhirnya sih ga kepake..
Karena setelah sekitar 15 menit, si
mabok pergi..
Bobo
deh.. dengan badan terombang-ambing kiri dan kanan.
Seru
banget!! Pake acara kejeduk pintu slorok.
Mungkin
Larry dan Stephen ga pake kejeduk karena ukuran badan mereka pas di lemari itu..
hahaha..
8 jam lebih perjalanan menuju
Makassar..
Lagi-lagi
menjadi yang tak terlupakan..
Kamar
VIP milik kami berempat.. hahaha..
Muka bangun tidur, bela-belain foto di kamar VIP.. hahaha.. |
Kamar VIP kami.. |
Comments
Post a Comment