Bukti Kemajuan Teknologi
30 menit sebelum pukul 19.00, aku telah duduk manis di bangku gereja. Kali ini aku memang memilih misa terakhir di hari Minggu. Aku bersama Larry dan papi mamiku. Suasana gereja masih sepi. Baru beberapa orang yang terlihat duduk atau berdoa di dalam gereja. Bangku panjang yang kami tempati pun masih bisa menampung 5 orang lagi di sebelah kiri kami. Selesai berdoa pribadi, aku terdiam dalam keheningan, mencoba menahan rasa ingin bicara karena aku tahu bukan lagi waktu untukku berbicara. Tapi ini saat di mana aku diam dan membiarkan Tuhan yang berbicara. Memang terasa amat berat menahan diri untuk tidak berbisik kiri dan kanan tapi aku terus berusaha sebisa mungkin untuk memusatkan pikiran dan hati sebelum mengikuti misa.
Sekitar 10 menit sebelum misa dimulai, datanglah satu keluarga, lengkap. Ayah, ibu, dan dua anak laki-laki. Mereka menempati bangku kosong di samping kiri kami. Aku memalingkan wajahku ke sebelah kiri. Kulihat dua anak laki-laki tersebut masih bisa dibilang sebagai anak kecil. Perkiraanku, mereka baru menginjak kelas 3 atau 4 SD, berumur sekitar 8 atau 9 tahun. Aku hendak berpaling dari mereka ketika tiba-tiba dalam waktu yang hampir bersamaan, ayah, ibu, dan kedua anak laki-laki tersebut mengeluarkan sebuah gadget popular dari saku celana dan tas mereka.
Si anak laki-laki pertama mengeluarkan Black Gemini.
Anak laki-laki yang lebih besar mengeluarkan Black Onyx.
Sang mama juga mengeluarkan White Torch dari tas brandednya.
Papa juga tak mau ketinggalan, dikeluarkannya Black Bold.
Jadilah mereka sekeluarga memegang gadget canggih itu untuk mengisi waktu sebelum romo dan rombongan liturgis keluar dari Sakristi.
Aku tercengang…
Tak kudapati mereka berdoa sebelum memulai misa. Yang kulihat, gadget tersebut langsung keluar sesaat setelah mereka duduk di bangku gereja. Lalu mereka seakan masuk ke dunia masing-masing yang begitu mengasyikkan.
Aku juga bertanya dalam hati…
Apakah di rumah, mereka berkomunikasi dengan menggunakan gadget tersebut?
Apakah di rumah, masih ada gelak tawa dan obrolan hangat di meja makan atau ruang keluarga?
Atau malah di rumah, mereka asik dengan gadget masing-masing?
Aku menggelengkan kepala…
Apakah ini yang dinamakan kemajuan teknologi?
Apakah ini yang dinamakan keberhasilan seseorang dalam berkarir?
Apakah memang si gadget canggih itu lebih berarti dari apa pun, termasuk keluarga dan Tuhan?
Aku berefleksi…
Apakah aku juga seperti orang-orang di luar sana yang tak bisa melepaskan jempolnya dari tombol-tombol mungil tersebut?
Apakah aku mulai ‘mendewakan’ gadget yang aku miliki?
Bersyukur kepada Tuhan, aku hanya memiliki ponsel kuno yang hampir lapuk. Fungsinya hanya tersisa untuk SMS dan telepon.
Aku belum terpikir untuk beralih ke salah satu gadget canggih.
Aku takut tak bisa mengendalikan diriku.
Aku takut kehilangan dunia sesungguhnya.
Aku takut masuk dalam kehidupanku sendiri dan tak mempedulikan sekelilingku.
Aku takut menjadi sama seperti yang banyak orang yang aku lihat di gereja, di mall, atau di mana pun: Holding their Blackberry...
Comments
Post a Comment