Catatan Kecilku
Aku berjalan sendirian, sore ini, di
kawasan pusat Ibukota. Kawasan elit yang tak pernah sepi bahkan sampai lewat
tengah malam. Sengaja kuparkir mobil di gedung parkir sebuah mall. Lalu kulangkahkan kaki menyusuri
trotoar panjang ini. Di kiri kulihat jejeran rumah mewah yang hampir tak terlihat
pintunya karena terhalang oleh pagar super tinggi. Hanya sesekali aku dapat
melihat dari sela pagar, beberapa mobil mewah terparkir rapi di garasi. Tak
salah memang bila kawasan ini disebut elit. Sudah pasti bukan sembarang orang
yang mendiami rumah-rumah tersebut. Tapi rasanya bukan Ibukota bila tak ada terlihat
keberagaman. Setelah menyelesaikan 1 trotoar panjang, kuputuskan untuk
menyeberang jalan, berpindah ke sisi lain. Ternyata di seberang jejeran
rumah-rumah mewah tadi, terdapat lapak-lapak makanan yang menjajakan berbagai
jenis kuliner menarik dengan harga lapak pula.
Tak hanya puluhan lapak makanan yang
ada di sepanjang jalan ini.
Kulihat ratusan terompet bergelantungan
di pinggir jalan, bersama si abang penjual mengadu rezeki berharap akan banyak
orang yang mampir ke lapak mereka. Sangat banyak jenis terompet yang dijajakan.
Seolah mengikuti perkembangan zaman, terompet-terompet tersebut pun mengalami
perubahan bentuk dan ukuran menjadi lebih baik dan menarik, meskipun bunyinya
sama saja. Tapi toh hal tersebut sebenarnya merupakan strategi marketing agar semakin banyak orang yang
membeli terompet.
Aku sempat mengamati
terompet-terompet tersebut. Jarang kulihat terompet yang sangat banyak seperti
ini. Hanya muncul sekali dalam setahun. Pemandangan yang memang wajib di
penghujun tahun seperti ini. Rasanya tak lengkap bila melewati pergantian tahun
tanpa memegang dan meniup terompet.
Kulanjutkan langkah menjauhi keramaian
lapak-lapak tersebut. Udara sore ini memang bersahabat denganku. Semilir angin
menyentuh kulitku, membuatku semakin menikmati langkah-langkahku di tengah kota
metropolitan ini. Kuselipkan kedua tanganku di kantong skinny jeans andalanku. Memang paling nyaman mengenakan celana-jeans-belel kesayanganku ini. Apalagi
saat berjalan-jalan sore seperti ini. Nikmat!
Langkahku terhenti di sebuah taman
kota. Setelah cukup jauh menyusuri trotoar, kuputuskan untuk mampir ke taman
ini. Aku yang selalau mengendarai mobil, memang tak pernah mampir ke taman ini.
Hanya sering memandang taman ini melalui kaca mobil. Dan kali ini aku berhasil
mengurangi polusi udara dengan meninggalkan mobilku dan berjalan kaki. Aku
berjalan ke tengah taman. Ada beberapa bangku kosong di sekitar taman. Kupilih
salah satu bangku panjang berwarna biru muda. Kupilih bangku tersebut karena
aku suka warnanya dan lebih penting karena bangku tersebut menghadap air
mancur. Dari bangku tersebut pun aku dapat memandang sekeliling taman tanpa
terhalangi oleh apa pun.
Kulihat beberapa sepeda berputar
mengeliling taman ini. Anak-anak kecil berceloteh riang saat bermain ayunan dan
jungkat-jungkit. Beberapa remaja pun terlihat menikmati sore ini dengan
meluncur dengan sepatu roda mereka.
Aku hanya duduk sendiri, memandang
kegiatan yang terjadi di hadapanku. Pikirku, pemandangan yang semakin jarang
kutemui. Yup, amat sangat jarang kutemui. Hari-hari kuhabiskan dengan duduk di
kursi kantor berhadapan dengan layar komputer. Jangankan untuk menikmati sore
seperti ini, bisa tidur nyenyak setiap harinya pun aku sangat bersyukur.
Mungkin tak hanya aku yang merasa seperti itu. Mungkin seperti itulah potret
kehidupan di Ibukota.
Kudengar gemericik air mancur yang
terus menyembur. Terpaan angin sore membuatku tak ingin beranjak dari taman
ini. Sempat kuingat jalan-jalan yang kulalui sore ini. Meski sendiri,
perjalananku sore ini memang mengasyikkan. Entah apa yang membuatku memutuskan
untuk berjalan kaki di tengah kota sore in. Ternyata ada saat di mana sendiri
jauh lebih menyenangkan.
Teringat sebuah terompet yang tadi
ditawarkan oleh abang penjual. Bentuknya biasa tapi dipenuhi oleh hiasan
berwarna merah.
“Neng, terompetnya buat taun baruan…
Bagus bunyinya. Pasti taun baruan meriah deh, neng..”
Si abang penjual mengacungkan sebuah
terompet di hadapanku, sambil mengeluarkan kalimat saktinya agar aku tertarik
membeli.
Aku memang tak membeli terompet yang
ditawarkan. Tapi sekarang aku tersadar, hanya tersisa 4 hari lagi di tahun 2011
ini. Tak heran ratusan terompet dengan mudah ditemui.
Akhir tahun…
Lagi, aku tiba di penghujung tahun.
Betapa cepatnya waktu berlalu. Rasanya
baru kemarin memasuki tahun 2011, sekarang beberapa hari sebelum meninggalkan
tahun ini.
Sambil tetap duduk di bangku taman
yang nyaman ini, pikiranku melayang mengingat apa saja yang terjadi selama 12
bulan ini.
12 bulan seharusnya bukan waktu yang
singkat. Tapi entah mengapa aku merasa 12 bulan kali ini berlalu begitu saja
dengan sangat cepatnya. Jadi diperlukan tenaga lebih untuk mengingat apa saja
yang pernah kulakukan 12 bulan terakhir kemarin.
Otakku langsung kembali ke awal
tahun ini.
Aku memasuki tahun 2011 ini dengan
perasaan tak menentu.
Januari, aku masih menjadi
pengangguran. Jobless. Bisa dibilang
ada keraguan besar saat memasuki tahun yang baru. Belum ada kepastian apakah
aku akan mendapat pekerjaan yang sesuai atau akan lebih lama lagi menganggur. Resolusi
terbesarku saat itu adalah memperoleh pekerjaan yang sesuai. Aku hanya mampu
percaya bahwa ada sebuah perusahaan yang telah Dia pilihkan untukku bekerja.
Februari, aku secara resmi diterima
di perusahaan farmasi, yang sampai saat ini masih menjadi perusahaan tempatku
bekerja. Amat bersyukur karena aku merasa inilah perusahaan yang tepat untukku.
Aku percaya bahwa inilah yang Dia siapkan untukku setelah 2 bulan menjadi pengangguran.
Mei, aku resmi menjadi karyawan
tetap di perusahaan ini. Aku berhasil melalui 3 bulan probation dengan baik. Pengangkatan ini membuatku semakin menikmati
setiap pekerjaan yang ada.
Juli, aku kembali meniup lilin ulang
tahunku. 25 tahun yang berlalu membuatku tak bisa berhenti bersyukur karena
nyatanya berkat dan kasih Tuhan tak pernah sedetikpun lepas dari kehidupanku.
Di ulangtahunku kali ini, aku diberi kesempatan untuk berbagi kasih dengan
begitu banyak orang yang kukasihi. Mereka, yang membuatku sangat merasakan
indahnya kasih Tuhan.
September, aku menginjakkan kaki di
tahun ketiga hubunganku dengan Larry. Tetap berdoa agar Dia tetap menjaga
hubungan ini, karena aku percaya segala sesuatu yang aku alami bersama Larry
adalah yang terbaik dariNya.
November, aku harus menitikkan air
mata untuk suatu hal yang hanya bisa kusimpan sendiri. Aku berjuang agar mampu
melalui hal sulit tersebut. Satu hal yang kuyakini, bersama Dia aku akan kuat.
Desember, hari ini, setelah melalui
berbagai hal, aku masih mampu berkata, “Aku bersyukur, Tuhan!”
Aku tahu tak selamanya hari-hari
kulalui dengan senyum manis.
Nyatanya hidup menjadi lebih hidup
saat ada air mata.
Air mata itu yang membuatku sadar
akan berharganya senyum.
Aku tahu tak selamanya hari-hari
kulalui dengan sukacita.
Nyatanya hidup menjadi lebih
berharga saat ada masalah.
Masalah itulah yang menyadarkan aku
akan arti sukacita yang sesungguhnya.
Aku tahu tak selamanya hari-hari
kulalui bersama orang yang kusukai.
Nyatanya hidup menjadi lebih
menyenangkan saat berhadapan dengan beragam karakter orang.
Mereka itulah yang memberi warna
dalam hidupku.
Aku tahu tak selamanya jalan-jalan
kulalui semulus jalan tol.
Nyatanya hidup menjadi lebih indah
saat melalui kerikil-kerikil.
Kerikil itulah yang menguatkan aku
melalui banyak tantangan hidup.
Aku tahu tak selamanya jalan-jalan
kulalui sesuai dengan pilihanku.
Nyatanya hidup menjadi lebih berarti
saat kupasrahkan hidupku pada kehendakNya.
Kehendak Dialah yang terbaik bagi
kehidupanku.
12 bulan di belakang menyadarkanku
betapa luar biasanya kasih setia Tuhan yang selalu menyertai perjalanan
hidupku.
Aku bersyukur untuk senyum, canda,
dan tawa.
Aku bersyukur untuk air mata, duka,
dan tangis.
Aku bersyukur untuk orang-orang istimewa
yang hadir di tahun ini. Aku percaya mereka ditempatkan untuk bersamaku melalui
hari-hari yang ada.
Aku bersyukur untuk orang-orang yang
senantiasa mendampingiku melalui segala hal, juga menguatkan aku dalam
menghadapi berbagai persoalan.
Aku bersyukur untuk sempurnanya setiap
detil rencana Tuhan bagi hidupku.
Perlahan, taman kota ini semakin
sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang masih asyik bercengkerama di bangku
taman. Semilir angin sore yang sejuk berganti dengan angin malam yang menusuk
kulit. Perlahan kuangkat badanku, kulangkahkan kaki menjauhi bangku biru muda
tersebut. Perlahan gemericik air mancur menjauh dari telingaku.
Kulipat kedua tangan di depan
dadaku. Di hatiku, begitu banyak ucapan syukur atas indahnya hidup ini. Di
hatiku pula, tersimpan begitu banyak harapan dan impian untuk 2012.
Tak pernah aku berhenti berharap
untuk segala hal baik yang akan Dia sediakan. Kuletakkan masa lalu dan segala
impianku hanya dalam tanganNya.
Dengan senyum, kembali aku menyusuri
trotoar panjang menuju mall, di mana
mobilku terparkir. Sore hari yang menyenangkan.. :)
Happy New Year, dear
Friends…
Comments
Post a Comment