Jemari yang Bercerita

Tak ada tolok ukur yang pasti mengenai apa yang akan aku tulis di bawah ini.
Subyektif? Bisa dibilang begitu..
Hanya mata hati yang bisa melihat
Hanya kata hati yang bisa menilai
Pun bagi mereka yang masih memiliki hati..

Mereka yang terlihat berdoa
Mereka yang terlihat memegang microphone
Mereka yang terlihat mengangkat tangan
Mereka yang bersuara lantang menyebut Tuhan

Mereka dan segala kekudusan yang mereka miliki
Membuatku bertanya, berpikir keras dalam hati, SIAPA AKU?
Berlanjut ke pertanyaan selanjutnya, APA YANG TELAH KUBUAT?

Aku tidak sesering mereka mengangkat tangan ini
Aku tidak sesering mereka memegang microphone
Aku pun tidak terlalu mengerti tentang kerohanian bila dibanding mereka

Mereka, ya mereka..
Yang menyebut dirinya tulus
Yang menjanjikan perbuatan ikhlas tanpa pamrih

Toh berakhir pada sebuah titik terendah, terhina
Ya setidaknya menurutku

Kembali lagi tulisan ini, tulisanku
Milikku.. Apa yang aku rasakan, apa yang aku lihat..

Aku..
Aku tidak suci, jelas jauh dari kata suci dan tidak akan pernah menjadi suci
Aku tidak tahu bagaimana melayani dengan baik

Ilmuku masih dangkal, setidaknya mengenai keduniawian, mengenai materi dan segala kepuasan diri
Ilmu yang kumiliki kugunakan demi apa yang aku suka, demi apa yang menurut aku baik

Aku polos
Aku tulus
Aku bodoh
Aku terlalu lama tutup mata, bukan karena tidak melihat
Tapi tidak ingin melihat, karena bagiku lebih baik aku tidak melihat
Ya, setidaknya demi kesehatan jantungku.

Aku memilih tidak melihat kiri kanan dan berjalan lurus bak kuda
Aku memilih menggunakan perasaanku, ketimbang logikaku
Logikaku berteriak sejak lama, mengingatkanku bahwa ada sesuatu yang salah di depan mataku
Ada kecurangan, niat busuk dan lain sebagainya..
Tapi, lagi-lagi ini masalah hati, masalah pribadi tiap orang
Subyektif!
Bagiku itu salah,
toh nyatanya bagi mereka itu wajar dan sah.

Lalu, aku bisa berkata apa..
Ribut dan berbuat onar? Sisi burukku memerintahkanku untuk itu.
Tapi beruntungnya aku masih dipenuhi roh kasih.
Kubiarkan mereka melangkah, walau hati ini geram bukan kepalang.
Kujalani setiap hari, walau ingin rasanya kuteriaki mereka.

Tak mudah, tapi aku mampu melaluinya.
Mereka yang hebat dengan kekuatannya.
Aku yang tanpa apa-apa, hanya hati.
Dan keyakinan bahwa sekecil apapun niat baik, selalu memiliki buah yang manis..

Aku tak berharap banyak
Fokusku jelas
Harapku nyata
Semua selalu akan menjadi indah pada waktunya..

Ini subyektifku.. di malam, 18 hari sebelum keberangkatan kami..
Saat hanya jemari yang mampu mewakili perasaan ini dan memang selalu seperti itu bagiku..

Comments

Popular Posts