Instead of
I love Monday
or
I hate Monday
And after what I got this morning, I prefer to say, “I got
something this Monday.”
Kemarin,
dengan penuh sukacitanya, aku telah menjalani pelayanan di Pilgrimage Weekend,
dalam rangka persiapan menuju World Youth Day 2016.
Setelah
direcharge, rasanya penuh dan siap untuk kembali menjalani minggu yang baru.
Tapi
siapa sangka saat kita merasa penuh sukacita, selalu ada yang berusaha merusak
sukacita tersebut.. hahaha..
Handphone
berbunyi dari nomor tidak dikenal. Kupikir dari tukang lemari yang memang
sedang kutunggu.
Ternyata
telepon dari orang yang mengomel panjang..
Fiuhhh..
Panjang
sampai bahkan omonganku yang baru beberapa kata langsung dipotongnya.
Dalam
hati, ‘Mimpi apeee gue semalem yak..’
‘Salah
apeee gue ampe orang ngomel-ngomel.’
Apa
yang dia lontarkan berkaitan dengan salah satu pelayanan yang aku lakukan. Saat
berbicara dan memberikan penjelasan, aku merasa cukup emosi tapi entah mengapa
ada dorongan yang membuat aku bisa sabar dan menata kata-kata dengan baik. Setelah
menutup pembicaraan, taka da emosi dan pembicaraan berakhir dengan kata
sepakat: CLEAR.
Oke..
Tapi
aku yang pemikir, mulai bermain dengan memori. Jujur memang tak ada emosi yang
kupendam. Akupun bingung mengapa aku bisa berhasil tanpa menggunakan amarah. Memang
sempat emosi saat berbicara, tapi mencoba berkata pada diri sendiri, ‘Sabar
Vel..” sambil inhale exhale..
hahaha..
Dan biasanya
kalau ada yang mengomel padaku tanpa alasan jelas, aku akan langsung naik tensi,
ikutan ngamuk. Tapi kali ini tidak… Yeeeyyyy!!! I made it! Hahahaha..
Yang
aku pikirkan bukan tentang masalah yang diributkan si orang tersebut. Tapi
beberapa kalimat yang intinya sama.
Beberapa
kali terlontar dari mulut dia, “Kamu ga ngerti sih!”
“Kamu
ga ngerasain sih.”
“Saya
minta kamu mengerti.”
“I hope you understand me.”
Pikir
dipikir, diputar-putar…
Hemmm..
Sampai pada kesimpulan, ya itu kalimat yang manusiawi, kalimat yang sering
terlontar oleh setiap kita.
Ada
yang salah? Mungkin tidak bisa dibilang salah juga..
Hanya
aku mulai menyepakati untuk mengurangi kalimat tersebut terlontar dari mulutku.
Kenapa?
Sederhana
karena aku merasa kalimat-kalimat di atas terlalu egois, terlalu memusatkan
diri pada AKU.
Aku
Keakuan
Ego
Keegoisan
Aku
merasa seperti ini, kamu harusnya mengerti donk
Aku
maunya yang itu, kamu harusnya mengikuti donk
Aku
bisanya seperti ini, kamu harusnya paham donk
Aku
sukanya yang itu, kamu harusnya tahu donk
Kenyataannya..
Orang
lain tak akan pernah mengerti sepenuhnya tentang kita, apa yang kita rasa, apa
yang kita mau, apa yang kita suka..
Orang
lain tak akan pernah memahami sepenuhnya tentang apa yang kita tidak mau
lakukan, apa yang tidak suka kita kerjakan..
Sekali
lagi, orang lain tak akan pernah bisa mengerti.
Orang
lain tak akan pernah bisa merasakan.
Orang
lain tak akan pernah tahu.
Kalaupun
mereka bisa mengerti dan merasakan,
apakah kita bisa menjamin mereka mau?
Lalu,
mengapa kita tetap meminta mereka untuk mengerti maunya kita?
Mengapa
kita tetap berharap mereka bisa merasakan perasaan kita?
Dibanding
meminta orang untuk mengerti dan memahami kita, mengapa tidak kita yang mencoba
menyesuaikan diri dan mengerti mereka?
Atau
Dibanding
meminta orang untuk mengerti dan memahami aku, mengapa tidak aku yang mencoba
menyesuaikan diri dan mengerti mereka?
Sesederhana
itu..
*refleksi kecil saat mengawali minggu yang baru.. J
Comments
Post a Comment