Catatan Kecil Seorang Sahabat
Tulisan kali ini bukan tentang aku, tapi tentang sahabat kami, Hery dan Yurike.
Di postingan ini, Keke akan berkisah tentang sesuatu yang mengubah hidup dia dan suaminya. Semoga bisa memberkati.. :)
Our Amazing First Wedding Anniversary
Sebuah catatan kecil tentang kesempatan kedua, kehidupan kedua.
(seperti dikisahkan kembali oleh Yurike Rahdianty)
Dengan susah payah kupaksakan diri
untuk menulis. Aku yang tidak terbiasa menulis dan lebih memilih untuk
berbicara, kali ini ingin sekali berbagi karena aku apa yang aku alami ini akan
memberkati banyak orang.
Aku dan Hery, yang masih hidup
berdua saja, selalu merasa tiap hari adalah honeymoon.
Rasanya ingin terus bepergian menjelajah tempat baru, berdua saja. Pikirku,
selagi belum punya momongan.
Sebuah rencana liburan singkat yang
sempat tertunda beberapa bulan, akhirnya berhasil kami wujudkan.
Tak jauh dari Ibukota, kami memang
telah merencanakan untuk pergi ke Bandung.
Liburan singkat, Jumat hingga
Minggu, aku rasa lebih dari cukup untuk merefresh
kepenatan yang setiap hari aku dan suamiku hadapi di Jakarta.
Hotel yang menjadi incaran kami dan
menjadi salah satu hotel favorit di Bandung akhirnya berhasil kami booking setelah beberapa bulan fully booked.
Sengaja kubook tanggal 5-7 Juni 2015 karena tanggal 8 Juni merupakan
ulangtahun pertama pernikahan kami.
First Wedding
Anniversary harus dirayakan
dengan istimewa donk.. hehe..
Jumat, 5 Juni 2015
Finally! We are on short
escape to Bandung for holiday and for our wedding anniversary!
Sengaja tak kuajak keponakan ataupun
saudara. Iya donk, ini ‘kan honeymoon…
hihihihi..
Rasanya begitu tak sabar berangkat
ke Bandung berdua saja dengan suami. Aku sangat excited!
Sekitar pukul 4 sore, kami pun
berangkat menuju Bandung. Normalnya perjalanan hanya memakan waktu 2 jam. Tapi
kami baru tiba di Bandung sekitar pukul 9 malam.. Haissshhh… Capek dan lapar!
Menambah tingkat emosi jiwa.
Tak menunggu lama, kami pun langsung
menuju restoran hotel tempat kami menginap. Sayangnya makanan yang ada di
restoran tersebut tak sesuai dengan selera Hery. Mulailah rasa tidak nyaman
kami berdua alami.
Makan berdua, kami langsung menuju kamar
untuk istirahat.
Ya, hari Jumat itu bisa dibilang
terbuang percuma karena macet dan rasa lelah yang kami rasakan.
Sabtu, 6 Juni 2015
Paginya, seperti rencana, awalnya
kami hanya ingin stay di hotel. Yaa
‘kan honeymoon.. hahaha.. Lagipula
sayang hotelnya ditinggal. Hotel ini menurutku bagus, pelayanannya juga bagus.
Ya, aku terkesan dengan hotel ini. Pikirku, pantas hotel ini menjadi buruan
para turis domestik.
Tapi apa yang Hery rasakan justru
bertentangan denganku. Menurutnya hotel ini sama sekali tidak bagus. Makanannya
kurang enak, tempatnya pun tak seperti yang dibayangkan. Intinya, Hery tak puas
dengan hotel yang kami book ini.
Jelang siang, kami putuskan untuk
keluar hotel karena teteppp ya, kalau ke Bandung tuh belum afdol kalau belum
beli oleh-oleh. Makanan!
Yupp.. Akhirnya aku dan Hery keluar
hotel untuk makan siang dan membeli beberapa oleh-oleh khas Bandung.
Tak lama, kami kembali ke hotel.
Memang niat awalnya ingin bersantai di hotel. Jadi ya seharian Sabtu itu kami leyeh-leyeh di kamar hotel. Makan malam
kami pun diantar ke kamar. Kalau istilah anak zaman sekarang: MaGer alias Males
Gerak.. hahaha..
Malam menjelang, waktunya tidur.
Lagi-lagi Hery merasa tidak nyaman.
Ga bisa tidur, bolak balik, kiri kanan. Bebrapa jam memaksakan diri untuk
tidur, tetap tidak berhasil Dan dia pun kekeuh
hotel ini ga enak, ga sesuai harapan. Dia sampai berkata tak akan lagi kembali
ke hotel ini.
Malam itu menjadi malam yang cukup
aneh bagiku dan juga bagi Hery. Entah mengapa kami berdua kesulitan untuk
tidur. Aku sempat setuju dengan Hery bahwa hotel ini tidak enak. Tapi aku
pribadi merasa nyaman koq, enak hotelnya. Tapi hingga jelang subuh, sekitar
pukul 3, kami berdua tak kunjung terlelap. Ada rasa gelisah yang kurasakan,
entah apa yang kupikirkan tapi malam itu aku merasa sangat tidak tenang. Aku
pun menyebut doa dalam hati, berharap dapat segera terlelap agar besok dapat
beraktivitas seperti biasa. Aku juga memaksa Hery untuk tidur karena besok dia
akan menyetir untuk kembali ke Jakarta.
Minggu, 7 Juni 2015
Pagi di Bandung kali ini tak sesuai
harapan.
Hery bangun dengan omelannya karena
tidak berhasil tidur nyenyak. Melihat Hery yang seperti itu, akhirnya kami
memutuskan untuk pulang lebih awal agar dapat beristirahat di rumah. Selesai breakfast, kami pun check-out.
Cussss.. Pulang menuju Jakarta.
Di mobil aku sempat berkata,
“Walaupun semalem ga bisa tidur, hotel dan makanannya ga enak, kita harus tetep
bersyukur loh. Di tengah kesibukan di Jakarta, kita masih bisa liburan sebentar
ke Bandung dan yang paling penting, kita bisa ngerayain Wedding Anniversary kita.”
Mendengar perkataanku, bukannya
mengiyakanku, Hery malah tak terlalu menanggapinya. Yang dia ingin hanya segera
pulang ke Jakarta. Baginya perayaan ulangtahun pernikahan kami tidak berkesan
karena hotel yang tidak memuaskan. Dia tidak menikmati liburan singkat kami
ini.
Sekitar pukul 11 pagi, mobil gagah
kami memasuki tol Cipularang menuju Jakarta.
Walaupun masih dengan sedikit
kekesalannya, Hery menyetir dengan biasa, tanpa emosi. Kami pun menikmati
perjalanan pulang kami. Karena masih termasuk pagi, jalanan pun masih sangat
lengang. Tak ada kemacetan.
Di dalam mobil, kami ngobrol sana
sini, bercanda, nyanyi-nyanyi. Ya, menikmati kebersamaan kami, walaupun di
jalanan. Rencananya, setibanya di Jakarta, kami akan langsung ke rumah
orangtuaku untuk memberikan oleh-oleh, sekaligus menjenguk Omaku yang sedang
sakit.
Tapi rencana tersebut harus
tertunda.
Tertunda saat sebuah mimpi buruk
terjadi pada kami berdua.
Mimpi buruk yang sama sekali tak pernah terbayangkan
olehku.
Mimpi buruk selama sekitar 5 menit
yang rasanya ingin kusingkirkan, andai kubisa.
Ahh.. Ini bukan mimpi. Ini
kenyataan! Ya, ini yang terjadi dan begitu nyata.
Di tengah obrolan hangat kami
berdua, mobil Fortuner yang kami tumpangi tak stabil. Kurasakan goyangan yang
amat hebat. Masih sempat aku berpikir ini adalah mimpi! Kubuka mata dan
kusadari, ini nyata. Aku sedang terlempar kiri kanan, aku sedang terbentur kiri
kanan di dalam mobil.
Oh Tuhan! Apa yang sedang terjadi?
Aku hanya bisa berteriak! Ini benar-benar mimpi buruk bagi kami!
Seperti mobil kertas yang tertiup
angin, mobil kami pun berputar dengan hebat. Mobil melintir ke arah kiri dan
menyenggol truk bermuatan pasir. Truk terguling dan pasirnya tumpah ke jalanan.
Kami terpental, terguling! Kulihat airbag
kami berdua terbuka.
Mobil kami yang tadinya ada di lajur
kanan, bergeser ke lajur paling kiri dengan cara berputar-putar.
Puji Tuhan! Akhirnya mobil kami ‘mendarat’, dengan posisi pintu kiri menempel
di tanah. Mobil kami akhirnya berhenti di rerumputan.
Rasa lega yang kurasakan?? Sama
sekali tidak!!
Mobil memang telah berhenti setelah
‘berakrobat’ dan aku pun dalam keadaan sadar setelah beberapa kali terbentur
pintu sisi kiri.
Tapi posisi kami sangat tidak
mengenakkan. Posisi kami miring. Kulihat ke atas, Hery, tergelantung tak
sadarkan diri. Hanya terikat oleh sabuk pengaman.
Ya, suami tercintaku tak sadarkan
diri!!
Beribu rasa seolah menyerang
jantungku! Takut, panik, histeris, sedih seolah datang bersamaan. Ingin rasanya
berteriak dan menangis, tapi itu semua tak berhasil keluar dari mulutku.
Aku tahu aku harus bertahan. Aku
harus berjuang agar kami selamat.
Kulepas sabuk pengamanku lalu
berdiri. Aku berusaha membangunkan Hery.
“Her, bangun!! Bangun, Her! Kita
gapapa! Kita harus bertahan!”
Kuteriakan semua kalimat itu sambil
mengguncang badan Hery. Tapi sia-sia. Hery tetap belum bangun.
Di ruang kemudi sekecil itu, tak
banyak yang bisa kulakukan. Kucoba membuka pintu kanan, tapi sia-sia. Pintu
tidak bisa dibuka, mungkin karena beberapa benturan yang terjadi. Lagipula, aku
terhalang oleh Hery yang masih tergantung, tertahan oleh sabuk pengaman. Tak
mungkin kulepaskan sabuk pengaman Hery, karena bila itu kulakukan, Hery, yang
tak sadarkan diri, akan terjatuh.
Aku pun menggedor kaca sambil
berteriak minta tolong.
Tak lama, datang beberapa bapak yang
berusaha menolong kami. Mereka berkata, “Ibu jangan panik!”
Merekapun menendang dan memecahkan
kaca depan (kaca dashboard). Aku pun
dibantu keluar. Keluar mobil tanpa alas kaki, menginjak pecahan kaca, tak lagi
kurasakan. Hanya berpikir bagaimana kami berdua bisa keluar dan selamat dari
mobil ini.
Kulihat Hery masih tergantung di
kursinya, masih tidak sadar. Ada handphone
Hery yang tergeletak di antara serpihan kaca. Langsung kuraih. Kutelepon
Mamaku, mengabarkan dan meminta bantuan.
Rasanya masih panik luar biasa.
Melihat kondisi mobil, melihat banyak orang berkerumun. Masih tidak bisa
menerima keadaan bahwa ini nyata.
Tapi entah mengapa seperti ada bantuan
kuasa Roh Kudus yang membuatku dapat tetap tenang dan tidak histeris.
Tak lama, Hery berhasil dievakuasi
tetap dalam keadaan tidak sadar. Dia pun didudukan di pinggir jalan. Kupanggil
namanya, kuteriakan agar dia bangun, kutepuk-tepuk pipinya, berharap dia segera
membuka matanya.
Puji Tuhan! Suamiku membuka matanya.
Matanya merah berkaca-kaca. Shock!
“Kita dari mana? Kita mau ke mana?
Kita lagi mimpi ya?”
Hanya kalimat itu yang keluar dari
mulut Hery.
Ya, kami tak percaya ini terjadi
pada kami. Bagi kami ini mimpi.
Aku pun berusaha menenangkan dan
menguatkan Hery, “Ngga, Her.. Ini bukan mimpi. Ini beneran terjadi. Kamu tolong
sadar ya, kita hadapi bareng-bareng ya..”
Hery malah bertanya, “Kamu gapapa,
Ke?”
Suamiku ini memang luar biasa. Di
tengah kekalutannya, dia masih memikirkan aku.
“Ya, aku gapapa,” sambil tersenyum
kujawab pertanyaannya.
Aku menuju mobil untuk mengambil
barang-barang. Kulihat banyak orang yang membantu. Orang banyak hilir mudik
membantu kami, membantu mengevakuasi barang-barang kami. Tak kuperhatikan siapa
saja yang telah berbaik hati membantu kami. Tapi di tengah kepanikanku,
tiba-tiba aku tersadar ada Ronny Sianturi yang juga ikut membantu kami.
Saat kulihat dia, “Om Ronny ya?”
Aku ingat dia berkata, “Iya.. Cici
dan Koko berdoa ke Tuhan Yesus ya..
Aku hanya bisa berkata, “Terimakasih
ya, Om!”
Ah.. Our God is so great! Dia biarkan aku dan Hery alami kesulitan. Tapi
Dia tak lupa untuk mengirimkan penolong.
Ya! Bapak-bapak itu, termasuk Om
Ronny merupakan malaikat pelindung dan penolong yang dikirimkan Tuhan bagi kami
berdua.
Mereka bisa saja terus melanjutkan
perjalanan mereka. Tapi dengan hati mulia yang dimiliki, mereka pun menepi,
menghentikan mobil mereka, lalu membantu kami.
Setelah membantu banyak, Om Ronny
pun pamit pulang sambil berkata, “Berdoa ya, Tuhan Yesus yang berkati kalian.”
Ah.. Benar-benar tak bisa
berkata-kata menyaksikan pemandangan itu. Tak tahu apa jadinya kami tanpa
mereka.
Beberapa saat kemudian mobil
ambulans dan mobil derek pun datang.
Hery dibawa ke Rumah Sakit Siloam
Purwakarta, cukup jauh dari TKP tapi itu adalah rumah sakit terdekat yang ada.
Aku tak bisa mendampingi Hery karena harus mengurus mobil dan lainnya di TKP.
Masih ada rasa kalut saat aku harus tetap duduk sendirian di pinggir jalan dan
tak bisa mendampingi Hery yang belum sepenuhnya sadar.
Tapi Puji Tuhan, tak lama kakak
laki-lakiku datang untuk menemani dan membantuku. Sedangkan Mama dan adikku,
beserta adik Hery dan pacarnya, langsung menuju rumah sakit untuk menemui Hery.
Aku mendapat kabar bahwa tulang bahu
kanan Hery patah dan harus dioperasi. Aku meminta Mamaku membawa Hery ke
Jakarta sementara aku dan Koko langsung menuju Jakarta. Kami bertemu di RS Grha
Kedoya.
Tiba di rumah sakit, aku pun langsung
menjalani pemeriksaan lanjutan. Beberapa lecet di kaki dan memar di tubuhku
langsung diobati.
Sekali lagi, Puji Tuhan! Hasil check-up menunjukkan aku ‘bersih’, tak
ada luka serius yang kualami.
Satu jam berselang, Hery tiba di
rumah sakit. Berada dia atas ranjang dorong, Hery diiringi Papa Mama dan
adikku, juga Ferry dan Chelsie.
Meskipun Hery harus langsung masuk
IGD, tapi ada rasa lega luar biasa yang kurasakan saat kulihat dia di
hadapanku.
Memang benar, Hery harus mengalami
patah tulang bahu.
Hari Senin, 8 Juni 2015, Hery telah
menjalani operasi dan semuanya berjalan lancar.
Ya, di hari ulangtahun pernikahan
kami, Hery malah harus menjalani operasi. Tapi aku percaya waktu yang Tuhan
siapkan adalah yang terbaik.. :)
Sekarang, yang kami lakukan adalah
memulihkan fisik kami dan juga menghilangkan trauma.
Dan yang terpenting adalah tak henti
untuk mengucap syukur.
Perayaan wedding anniversary kami berubah menjadi sesuatu yang menakutkan.
Trauma yang harus susah payah kami
hilangkan.
Tapi berjuta rasa syukur yang tak
habis kami ucapkan.
Melihat kondisi mobil kami, rasanya
mustahil aku hanya mengalami lecet dan Hery patah tulang bahu.
Semua orang yang melihat foto mobil
kami pasti berkata, “Mujizat!”
Ya, mujizat! Keajaiban!
Aku percaya ini semua merupakan
bagian dari rencanaNya bagi hidupku dan Hery.
Ini semua perlindungan Tuhan.
Ini semua terjadi atas kehendak
Tuhan dan juga perlindunganNya.
Satu mujizat lagi adalah bahwa kami
hanya berdua di dalam mobil itu. Aku belum hamil, kami belum memiliki anak, tak
ada keponakan atau saudara kami yang ikut serta. Kalau itu terjadi, mereka akan
duduk di kursi belakang tanpa mengenakan sabuk pengaman. Ahh.. Tak berani
membayangkan apa yang akan terjadi. Hanya berani beriman, “God’s time is always PERFECT!”
Mengingat peristiwa yang kami alami ini,
airmata rasanya tak bisa berhenti.
Mengingat bagaimana kami di dalam
mobil yang terpelanting tak jelas, mengingat bagaimana begitu banyak orang yang
menolong kami, mengingat bagaimana kami masih diberi kesempatan untuk menghirup
udara kehidupan.
Wedding Annversary kami memang tidak mengenakkan. Tapi aku percaya apa yang
aku alami ini akan mengubah hidup kami, memperbaharui iman kami kepadaNya.
Momen yang tak akan pernah kami
lupakan sampai kapanpun.
Momen yang akan selalu menjadi
pengingat kami bahwa ada Dia yang berkuasa atas apapun.
Saat Dia berkehendak, maka
terjadilah.
Saat Dia memulihkan, pulihlah kami.
Kilometer 57 Tol Cipularang arah
Jakarta akan selalu menjadi pengingat kami atas besarnya kuasa Tuhan.
Tuhan kita memang tidak selalu
memberikan jalan lurus tanpa liku.
Tapi Tuhan kita yang akan selalu
mendampingi kita melewati jalan berliku itu.
Terimakasih, Tuhan..
Untuk perayaan ulangtahun pernikahan
kami yang Kau siapkan begitu istimewa.
Tak ada kata yang mampu mewakili
bagaimana besarnya rasa syukur kami atas apa yang kami alami.
Bagaimana kami begitu bersyukur
memiliki orang terkasih.
Terimakasih, Papa, Mama, Kakak,
Dede, Ferry, Chelsie, Cece dan Suami yang telah banyak membantu kami, telah
ikut khawatir akan keadaan kami. You guys
are truly angels sent from Above.. :)
Mungkin banyak orang yang akan
berkata kami sial atau apa pun itu. Tapi bagiku, ini bukan suatu kesialan. Ini
sebuah rencana indah yang Tuhan siapkan bagi kami. Ini cara Tuhan untuk membuat
kami selalu mengucap syukur atas apa pun yang terjadi dalam hidup kami.
5 menit kemarin mungkin mimpi buruk
bagi kami.
Tapi sekarang aku berani berkata,
mimpi buruk itu yang menjadikan hidup kami tak lagi sama.
Itu bukan lagi menjadi suatu mimpi
buruk. Tapi sebuah momen yang mengingatkan kami bahwa mujizat itu nyata, bahwa
hanya Dia, Sang Pemilik Kehidupan.
Ya, itu sebuah mujizat dalam
hidupku. Dan aku amat bersyukur mujizat itu kualami bersama suami tercintaku.
Happy First Amazing
Blessed Wedding Anniversary, dear Hery!
Praise Lord, I have
you in my life.. :)
Praise Lord, YOU are
our savior!
Sarapan di Minggu pagi, sesaat sebelum kami menuju pulang ke Jakarta. |
Kami, pasca operasi tulang bahu Hery. Celebrating Wedding Anniversary in hospital? Why not?? Toh, kami tahu bahwa Tuhan ada dan Dia yang menjaga dan melindungi kami berdua.. :) |
Kondisi mobil kami |
Comments
Post a Comment