Journey to The Centre of Brazil (Part Four)
Kisahku di negara orang ini belum juga selesai, karena begitu banyak hal yang masih ingin
kubagikan. Walaupun jutaan kata ini tak akan pernah cukup, tapi akan terus kucoba
untuk melukiskan apa yang kualami di sana.
World Youth Day telah resmi ditutup, tapi kisahku di Brazil
belum juga usai. Masih banyak berjuta kisah yang tak terlupakan, yang akan
kukenang seumur hidupku.
Berikut lanjutannya..
29 Juli 2013
Selamat
pagi, Rio de Janeiro!!!
Well..
Sad to say that this is our last day in
Rio de Janeiro.
Perjalanan
kami akan segera menemui ujungnya. Ya, kami akan segera meninggalkan Bras de
Pina, meninggalakan Ibukota Brazil ini.
Andai
ada ibu peri bertongkat ajaib, aku akan memohon agar kami diberikan waktu lebih
panjang lagi untuk berada di Brazil.. Toh izin tinggal kami semua masih berlaku
hingga 3 bulan ke depan. Aku begitu ingin tinggal lebih lama di negara ini
karena aku mulai jatuh cinta padanya.
Kunikmati
hangatnya mentari yang tak hanya menghangatkan tubuhku tapi juga mengurangi
dinginnya udara pagi hari itu. Ini mentari terakhir yang bisa kunikmati di Bras
de Pina.
Kumulai
kegiatanku sama seperti hari-hari kemarin. Hari ini kami akan menuju patung
raksasa.
CHRISTO REDENTOR
CHRIST REDEEMER
KRISTUS SALVATOR
Sejak
bertahun-tahun lalu aku sudah tahu ada patung Yesus di Brazil. Tapi aku tidak
pernah meyangka bahwa hari ini aku akan menatap patung tersebut langsung dengan
kedua mataku. Mau tahu apa rasanya? Luar biasa! Amazing!
Rencana
untuk menuju ke patung Yesus tersebut sebenarnya adalah ketika hari pertama
kami tiba di Rio. Tapi karena waktu yang tidak memungkinkan dan juga cuaca Rio
yang kurang bersahabat (selama WYD, Rio terus diguyur hujan, dan Patung Yesus
yang berada di bukit pun tertutup oleh kabut), membuat kami harus menunda
rencana tersebut. Sempat ada rasa khawatir kami tidak sempat mengunjungi patung
bersejarah tersebut. But our journey is always on His hands.. Dia menyertai
kami semua dan menyiapkan waktu yang terbaik untuk setiap hal.
Hari
ini, hujan telah benar-benar beranjak dari Rio, berganti dengan cerahnya
mentari. Kami pun bersiap untuk menuju tempat di mana kami harus mengantri van
yang akan mengangkut kami ke atas bukit.
Berangkat
dari Bras de Pina kembali menggunakan kereta listrik. Bedanya, kali ini kereta
penuh sesak karena warga setempat telah kembali menjalankan kegiatan mereka
(pemerintah Rio meliburkan seluruh kegiatan di Rio selama pelaksanaan WYD).
Bila di hari-hari sebelumnya kami bertemu banyak pilgrim dari berbagai negara,
hari ini kami bertemu banyak warga asli Rio yang akan berangkat kerja.
Sedangkan pilgrim, mungkin ada yang telah kembali ke negara masing-masing.
Sekitar
pukul 9 pagi kami sudah mengantri dan inilah harga yang harus kami bayar.
Antrian pilgrim yang akan menuju Christo Redentor telah sangat panjang. Ya,
bisa dibilang kami kesiangan sehingga antrian sudah sangat panjang. Tapi tak
ada pilihan. Yang kulakukan adalah menikmatinya.. :)
Antrian
tersebut memang sangat tidak wajar. Aku sempat 3 kali buang air kecil di WC, 3
kali pula membeli makanan. Jadi, karena kami serombongan jadi bila ada di
antara kami yang akan membeli makanan atau ke WC, kami bisa bergantian. Mulai
dari berfoto ria, mengobrol, jajan makanan khas, sampai bosan, sampai hilang
bosan itu, antrian masih belum berakhir. Luar biasa! hahaha..
Dan antrian panjang pun dimulai.. :D |
Akhirnya, sekitar pukul 2 siang kami baru mendapatkan van yang mengangkut kami ke atas. Kami pun menaiki van Mercedes tersebut dan menempuh perjalanan berkelok, dihiasi oleh rumah-rumah cantik khas Brazil.
Patung
Yesus ini terletak di atas bukit. Turun dari van, kami harus menaiki puluhan
anak tangga sebelum dapat menatap dekat patung tersebut.
And
here it is!
The
Christ Redeemer!!!
Rasanyaaa…
unspeakable..
Patung
yang selalu kulihat di layar kaca atau di media cetak, kini kusaksikan dengan
mataku!!!
Nothing but THANK LORD, for being with me until that time..
For being with me, accompanying me so here I am.. In front of
The Christ Redeemer, Brazil!
Hanya
karena kebaikanNya aku bisa menapakkan kaki di sini.
Hanya
karena penyertaanNya, aku dapat berada di tempat yang mendunia ini.
Hanya
karena kasihNya, aku dapat menikmati indahnya Brazil dari atas bukit ini.
Semua
hanya karena Yesus yang selalu mengiring langkahku.. :)
Ribuan
pilgrim dan turis berada di area patung tersebut membuat aku dan teman-teman
Indonesia kesulitan untuk dapat bebas berfoto ria..
I was there! I was there! :) :) :) |
Berjam-jam kami berada di sana. Walaupun tak banyak tempat yang bisa dikunjungi, tapi rasanya tak rela untuk meninggalkan Christo Redentor. Mungkin karena ini tempat langka, ditambah dengan perjuangan antrian berjam-jam.. hehehe..
Saat
sore menjelang, pilgrim dari Indonesia mulai beranjak kembali ke bawah. Tapi
tidak denganku, Verby, Karina, Surya, dan Darmawan. Saat matahari merunduk
masuk, kami tetap berada di sana. Pemegang kamera itu sibuk untuk mengambil
moment sunset dan juga kerlip malam
kota Rio. Dan kami berhasil menangkap merahnya matahari yang beranjak masuk,
menghilang dari pandangan. Juga indahnya kota Rio. Berada di atas bukit ini
tentu saja membuat kami dapat melihat sekeliling kota Rio. Saat malam
menjelang, lampu kota menambah indahnya pemandangan.
Ini
hasil kebandelan kami yang tetap bertahan di atas hingga malam.. :)
Beautiful sunrise from top.. |
Kala senja menyapa Rio de Janeiro |
Dan pemandangan ini hanya milik aku, Verby, Surya, Darmawan, dan Karina.. :)) |
Tapi berada di ketinggian tersebut dan di musim dingin tentu saja membuat kulitku tertusuk udara dingin Rio. Hanya mengenakan kaos, celana pendek, dan sandal jepit membuat senja di bukit tersebut terasa begitu dingin.
Puji
Tuhan, aku masih diberi kekuatan, sehingga tidak perlu mencari relawan untuk
memberikan pelukan yang hangat.. hahahaha..
Sekitar
pukul 7 malam kami pun mengantri van untuk kembali turun ke kota. Tiba di
tempat pemberhentian van, tujuan awal sebenarnya mencari oleh-oleh yang akan
kami bawa pulang ke Jakarta. Tapi berhubung perut keroncongan, masuklah kami ke
sebuah restoran all you can eat pizza.
Kalap time! Hahaha..
Lelah mengantri
seharian dan juga berfoto ria membuat kami nafsu melihat pizza
berloyang-loyang.
Mulai
dari tergiur melihat slice pizza hingga terucap kalimat “mas, skali lagi
nawarin pizza, gua tonjok lo!” hahahaha..
Di
restoran ini kami bebas makan pizza yang dibawa keliling oleh pelayannya.
Awalnya kami sangat tergiur melihat pizza yang dibawa oleh pelayan tersebut.
Tapi setelah slice keempat, kami mulai muak dan menjadi berharap tidak ada lagi
pelayan yang menghampiri kami membawa pizza.. hahahaha..
Mulai
dari pizza asin, bertoping ayam, sapi, seafood, hingga pizza manis bertabur melted chocolate atau strawberry.
Makan
malam terakhir kami lalui dengan ‘begah’ pizza.
And this is our great moment..
And this is our great moment..
This is how we enjoy the last night in Rio.. :) |
Keluar dari restoran tersebut, waktu telah berada di pukul 9 malam.
Kota
ini mulai sepi, pertokoan telah tutup. Masih ada keinginan kami yang belum
terpenuhi: BELI OLEH-OLEH!
Huhuhuhuhu….
Dan
itu ga kesampean! Karena udah kemaleman.. hiksss…
Alhasil
kami hanya berbelanja di supermarket seberang restoran. Kami membeli kopi dan
coklat, dan hanya itu yang bisa kami bawakan dari Rio.. *nyengir…
Saat
bertemu beberapa teman di Central dan melihat mereka membawa begitu banyak
souvenir, rasanya makin gondok.. grrrr…
Tapi
kubuang rasa marah tersebut, kuganti dengan rasa syukur karena berhasil
menikmati senja dan malam dari bukit Christo Redentor.. :) karena hanya kami
berlima yang menyaksikan gemerlap malam Rio dari atas bukit..
Kami
pun naik ke kereta. Terakhir kalinya menginjakkan kaki di Central.
Kalau
sering menonton film Hollywood, pasti sering menemukan adegan di stasiun besar
khas Amerika. Stasiun kereta Central mirip seperti yang ada di film-film
tersebut.
Stasiun
ini memberikanku banyak kenangan. Mulai dari riuhnya ratusan pilgrim yang
berlalu lalang di stasiun ini, lengkap dengan bendera dan atribut khas Negara
masing-masing hingga aneka jajanan yang bikin
ketagihan, pizza, pastel khas Brasil. Hanya di stasiun ini, kami bisa berteriak
In do ne siaaaa atau membunyikan terompet dan peluit dengan perasaan senang dan
bangga. Di stasiun ini pula berkali-kali kami bertemu pilgrim dari Negara lain,
bertukar cinderamata dan berfoto bersama. Berkali-kali stasiun ini menjadi meeting point kami. Bisa dibilang kami
mulai akrab dengan seluk beluk stasiun ini.
Bye, Central! Gonna miss you..
Beberapa foto kami saat transit di Central:
Beberapa foto kami saat transit di Central:
Saat
terakhir pula kami menginjakan kaki di stasiun Bras de Pina. Stasiun yang juga
memberi kami banyak kenangan berharga.
Di
Jakarta, aku tak pernah begitu bahagia saat harus menunggu lama di stasiun
kereta. Tapi Rio, aku menikmati setiap saat aku berada di stasiun kereta.
Bersama dengan rekan seperjalanan, berfoto ria, bersenda gurau. Hanya di Rio,
aku dan teman-teman bisa nangkring di
stasiun kereta.
Perjalanan
kaki dari Stasiun Bras de Pina menuju rumah mama pun menjadi yang terakhir.
Perjalanan menanjak yang akan kurindukan.
Kalau
kemarin, aku melangkahkan kaki dengan rasa lelah. Kali ini, di malam terakhir,
kunikmati setiap tapak kaki yang kulalui. Karena esok tak akan ada lagi…
Esok
kami akan meninggalkan Rio de Janeiro..
Tiba
di rumah mama, bergegas aku mandi. Setelah mandi, kulakukan hal yang tidak
kusukai. Packing.
I have to pack my carier.. L
Tapi
kali ini harus kulakukan dengan sangat cepat karena aku harus segera tidur.
Besok subuh, sekitar pukul 4, kami semua akan meninggalkan Bras de Pina, menuju
DIADEMA!!!!!!!
I
really really really excited!!!
Aku
benar-benar tak bisa percaya bahwa aku akan kembali menemui keluarga di
Diadema.. Ada rasa haru dan tak percaya. Ada rasa bahagia saat mengetahui aku
masih diberi kesempatan untuk memeluk mereka.
Awalnya,
selepas dari Rio, kami akan langsung menuju bandara Sao Paulo untuk kembali ke
Jakarta. Tapi Padre Fernando meminta kami kembali ke Diadema sebelum
benar-benar meninggalkan Brasil. Mereka masih merindukan kami semua. Ah… Andai
mereka semua tahu bahwa kami sangat tidak rela meninggalkan keluarga Diadema.
Jadi
inilah yang kami lakukan. Tidur hanya sekitar 3 jam, bangun pagi-pagi buta.
Sekitar pukul 5 pagi bis kami melaju meninggalkan Bras de Pina.
I have to say goodbye to my mother in Bras de Pina so early in
the morning.
Dia
telah terbangun sangat pagi untuk melepaskan kami. Ada rasa sedih yang
menyelinap masuk. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya, membuatnya sibuk
menjamu kami semua, kini aku harus mengucapkan ‘terimakasih’ dan ‘sampai
jumpa’.
Terimakasih,
mama.. atas tempat tinggal yang begitu nyaman bagiku, atas sarapan pagi yang
selalu mama siapkan, atas cinta yang luar biasa bagi kami yang hanyalah orang
asing.
Nothing but thanks… May God bless you in
every single day.. J
Langit
masih gelap saat kupalingkan pandanganku ke luar jendela bis.
Yang
kulihat, perlahan kami menyusuri jalan di samping rel kereta. Perlahan kami
meninggalkan Bras de Pina. Seiring laju bis ini, kutinggalkan Rio de Janeiro.
Aku
akan sangat merindukan kota ini.
Aku
akan selalu mengingat indahnya kota ini dalam setiap hela nafasku.
Terimakasih
Rio de Janeiro… untuk satu minggu hari yang luar biasa…
Untuk
pengalaman yang sungguh tak akan terlupakan.
Untuk
momen yang sungguh mengubah hidupku.
Untuk
pantai Copacabana yang sungguh membuatku takjub.
Untuk
World Youth Day yang sungguh menyadarkanku tentang iman akan Kristus.
Untuk
Christo Redentor yang sunggah teramat megah.
Selamat
tinggal, Rio..
Semoga
kita punya kesempatan untuk kembali bertemu suatu hari nanti.
Semoga…
Ini
akhir kisahku di Ibukota Brazil. Tapi masih akan kulanjutkan dengan kisah
Diadema. Secuil momen berharga yang masih boleh kukecap sebelum benar-benar
kembali ke ‘kehidupan nyata’.
Achei muito lindo esse depoimento Veliska. Fico feliz por vocês terem se sentido bem aqui no Brasil. Obrigado pelo seu carinho por nós.
ReplyDeleteNós amamos muito vocês. Beijos e abraços. S2
Me desculpe, eu só descobri o seu comentário aqui..
DeleteO que eu escrevi aqui, todos vêm de meu coração.
Aqueles tudo o que eu sinto.
Deixe-me dizer-lhe Carlinhos, que eu realmente muito feliz de estar ali, de ser parte de você.
Peço a Deus, que um dia eu tiver a chance de conhecer todos vocês novamente.
Eu quero voltar para Diadema! :)
E também me desculpe por ter escrito em Bahasa Indonesia. Espero que você possa usar tradutor para que você possa entender o que quero dizer.. :)