Journey to The Center of Brazil (Part Three)
Tahun baru dan hampir
2 bulan kita lalui.
Aku harus meminta
maaf karena begitu lamanya lanjutan postingan ini. Dan yang pasti aku harus
melunasi hutang. Hutang tulisan.. hahaha.. Apalagi setiap kali melihat
postingan tentang Brazil di Facebook. Seperti ada suatu panggilan untuk menuju
laptop dan halaman blogku. Jadi inilah lanjutannya, setelah sangat lama
tertunda. Lanjutan dari kisah tentang Kota Patung Yesus..
27 Juli 2013
Selamat
pagi, Bras de Pina! Hari ini menjadi hari yang sangat dinantikan oleh seluruh
pilgrim. Hari yang menjadi ciri khas World
Youth Day. Hari yang sangat istimewa karena VIGIL NIGHT, puncak dari seluruh rangkain WYD. Jauh sebelum tiba di
Brazil, aku sudah sangat penasaran tentang Vigil
Night. Ngapain sih? Ada apa sih? Seperti apa serunya sih? Aku benar-benar
ingin tahu dan merasakan langsung Vigil
Night.
Rencana
awal yang telah disiapkan oleh panitia adalah sebuah tempat di Guaratiba, Rio
de Janeiro. Sebuah tempat yang letaknya sangat jauh dari Copacabana. Bayangkan,
dari tempat kami tinggal di Bras de Pina menuju Pantai Copacabana saja berjarak
sekitar 25 kilometer. Dari Copacabana menuju Guaratiba berjarak sekitar 45
kilometer. Selama persiapan di Jakarta, seluruh pilgrim diberitahukan bahwa
untuk Vigil Night, kami semua harus
berjalan kaki menuju Guaratiba. Saat mendengar hal tersebut, rasanya mau
pingsan! 45 kilometer harus ditempuh dengan berjalan kaki??? Mustahil!!!
Tapi
yang bisa kulakukan hanyalah pasrah dan tetap berangkat menuju Brazil, tanpa
memikirkan cara mencapai tempat Vigil Night.
Karena aku yakin selalu ada penyertaan Tuhan dalam setiap langkah yang
kutempuh, termasuk dalam perjalanan menuju Guaratiba.. :)
Selama
berada di Rio de Janeiro, kami pun mendapat info bahwa telah terjadi longsor di
daerah Guaratiba, tempat kami akan mengikuti Vigil Night. Vigil Night
tetap akan terlaksana tapi harus berpindah tempat, yakni di Pantai Copacabana.
Saat mengetahui hal tersebut, entah mengapa ada sedikit rasa kecewa yang
kurasakan. Padahal harusnya aku bersyukur karena aku tidak perlu berjalan jauh
menuju Guaratiba.
Dengan
info tersebut, sudah dipastikan bahwa kami akan kesulitan bila harus bermalam
di Copacabana. Padahal Vigil Night
adalah saat bagi seluruh pilgrim untuk tidur bersama di sebuah lahan luas,
langsung beralaskan tanah, dan beratapkan bintang. Copacabana merupakan pantai
yang sangat panjang, tapi untuk menampung semua pilgrim yang akan menggelar
sleeping bag nya, rasanya pantai tersebut tidak cukup.
Alhasil,
pagi ini aku keluar dari rumah tanpa persiapan apapun untuk menginap. Karena
aku berpikir dan yakin akan pulang kembali ke Bras de Pina, aku tidak akan
tidur di Copacabana. Jadi aku hanya membawa tas ransel, hanya berisikan barang
yang sangat penting. Sama sekali tidak ada keperluan untuk menginap.
Setelah
misa pagi, Gerard mengumpulkan kami untuk berdiskusi. Hasilnya pro dan kontra.
Ada yang setuju untuk tidur di Copacabana, ada pula yang memilih untuk kembali
pulang ke Bras de Pina karena sepertinya kondisi tidak memungkinkan untuk tidur
di pantai, ditambah dengan cuaca mendung menuju hujan. Akhirnya diputuskan
bahwa seluruh pria kembali ke rumah untuk mengambil matras dan sleeping bag.
Yang wanitia diperbolehkan untuk tidak membawa apa-apa.. This was the time when I really thankful for being a woman..
hahahaha..
Aku
bukan senang saat para pria harus membawa banyak perlengkapan untuk kami tidur.
Tapi saat itu aku masih berkeyakinan untuk pulang ke Bras de Pina. Aku tidak
ingin tidur di Copacabana.
Tempat di mana seharusnya Vigil Night diselenggarakan |
Jarak Copacabana dan Guaratiba.. Jarak yang SEHARUSNYA kami lalui.. |
Kami
pun berjalan meninggalkan Bras de Pina. Di dalam kereta, baru kusadari bahwa
aku mengenakan softlens!!!
Aku
mengenakan daily softlens, yang harus
langsung dibuang setelah digunakan. Yang menjadi masalah bukan karena aku harus
membuang softlens. Tapi bahwa aku tidak membawa kacamata. Jadi bila aku jadi
tidur di Copacabana, malam hari aku harus melepas softlens tersebut. Dan
setelah softlens itu kulepas, aku akan menjadi ‘buta’ karena aku tidak membawa
kacamata. Langsung saat itu aku membodoh-bodohi kecerobohanku.. :(
Sebuah
dilemma, bila aku tidak melepas softlensku, kemungkinan besar mataku akan
kering, perih, dan sakit. Tapi bila aku melepas softlensku, aku akan kehilangan
banyak momen karena aku tidak bisa melihat dengan jelas. Belum lagi perjalanan
pulang yang cukup jauh, rasanya sangat tidak mungkin bila aku tidak bisa melihat
dengan jelas.. Huaaaa… Panik! Kembali aku hanya bisa pasrah pada keadaan.
Pikirku, ‘Lihat nanti deh..’
Perjalanan
menuju tempat Vigil Night seharusnya
menjadi perjalanan seluruh pilgrim. Berjalan kaki dalam arti sebenarnya,
berjalan menempuh puluhan kilometer. Juga berjalan sambil merenungkan
peziarahan dan keberadaan Tuhan dalam hidup kami. Perjalanan yang sesungguhnya
dalam World Youth Day. Jadi sekali
lagi aku bisa berkata bahwa jangan berharap ada bis eksklusif yang akan
mengangkut kita dan langsung tiba di tempat tujuan. Jangan berharap sebuah
kenikmatan tidur atau wisata. Jangan berharap akan sebuah wisata koper nan
manis. Karena World Youth Day bukan
wisata atau tour. WYD adalah sebuah perjalanan yang mengasah iman kita terhadap
Tuhan, sebuah perjalanan yang mendewasakan dan menguatkan iman.
Jadi
saat muncul rasa perih di telapak kaki dalam setiap injakan yang kubuat, itu
bukan lagi hal yang aneh. Itu menjadi hal yang biasa. Dan itu bukan sebuah
alasan untuk aku mengeluh, tapi malah menjadi salah satu hal untuk kubersyukur.
Bersyukur bahwa aku diberikan kesempatan untuk berjalan kaki dalam WYD ini,
bersyukur bahwa aku diberikan kesempatan untuk merasakan lelah dan sakit selama
perjalanan rohani ini.
Sayangnya
(atau sebenarnya malah syukurnya), menuju Copacabana untuk Vigil Night ini, grupku tidak berjalan kaki. Kami menggunakan
kereta dan hanya sedikit berjalan kaki (sedikit berjalan kaki saat WYD artinya
minimal yaa hanya 5 kilometer lah.. hahaha..)
Sayang
karena aku tidak merasakan apa yang orang-orang katakan tentang berjalan jauh
menuju tempat Vigil Night. Tapi
bersyukur karena grupku dapat tiba lebih awal sehingga berhasil mendapat sebuah
tempat yang cukup strategis untuk kami membuka lapak, ehh.. maksudnya menggelar
tempat untuk kami bermalam.. hahaha..
Dalam
perjalanan menuju Copacabana, kami sempat mampir untuk mengambil Vigil Kit.
Sebuah kotak besar berisikan asupan gizi bagi kami untuk 2 hari. Ya, kami akan
berada selama 2 hari di Copacabana sehingga kami harus membawa persediaan
makanan, daripada terjadi pingsan massal.. hahaha..
Saat
tiba di tempat pengambilan Vigil Kit, mulutku langsung menganga.. Wow!!!
Pulahan
truk besar berjejer rapi dan ribuan pilgrim memenuhi lapangan di sekitar truk
yang berisi kotak makanan tersebut. Wow banget dehhh! Dan herannya, kami tidak
kesulitan untuk mengambil kotak, tak perlu antri atau berebutan. Dalam sekejap,
kotak berada di tangan kami masing-masing. Yang menjadi tugas kami adalah
menenteng kotak besar tersebut menuju Copacabana. Gedeee banget kotaknya! (saat
kami harus berjalan jauh, kotak itu menjadi sangat besar dan berat.. hahaha..)
Riuhnya Pengambilan Vigil Kit |
Si Kotak Besar |
Tiba
di Copacabana, terpal langsung digelar.. Hiyaaaa… Dalam sekejap, lapak
Indonesia sudah siap! Memang berjarak sekitar 4 km dari panggung utama. Tapi di
dekat lapak kami, terdapat layar raksasa sehingga kami dapat leluasa menikmati
acara.. hehehe..
Sore
itu, dijadwalkan Paus Fransiskus akan kembali lewat untuk menyapa kami semua.
Tempat yang kami pilih sangat strategis. Hanya berjarak sekitar 3 meter dari
jalanan yang akan dilalui oleh mobil Paus. Tapi tetap, bagi orang berukuran
mini seperti aku, diperlukan effort lebih
untuk bisa melihat dengan jelas. Darmawan yang kali ini menjadi orang baik,
yang rela aku tunggangi pundaknya. Yeeyyy! Aku menjadi raksasa! Dengan kamera
di tanganku, aku bersiap menantikan Paus. Untuk kedua kalinya, aku menatap
langsung Paus Fransiskus. Ada rasa yang tak terkatakan saat beliau lewat dan
melambaikan tangan. Wowww!! Siapa yang menyangka aku bisa menatap Paus di
Brasil, di tempat yang sangat jauh dari rumahku. Rasa haru dan bahagia menjadi
satu..
Dan
ini sekali lagi hasil dari rekaman kamera di tanganku.. Sedikit bergetar,
mungkin karena terlalu bersemangat.. hahaha..
Penasaran
seperti apa Vigil Night? Ini sekilas
yang bisa kurekam.. Hanya beberapa detik, tapi bisa menggambarkan riuh dan
meriahnya malam terakhir World Youth Day.
Bisa
kukatakan Vigil Night adalah saat di
mana seluruh pilgrim berkumpul, tidur di satu tempat yang sama. Bayangkan
jutaan orang berkumpul di sebuah pantai, sejauh mata memandang yang bisa
kudapati adalah manusia dengan berbagai rupa.. hehehe..
Saat
menjelang tengah malam, yang pasti kami lakukan adalah bersiap tidur.
Ya,
malam itu aku dan rombongan Indonesia menginap di Pantai Copacabana. Di awal
kukisahkan bahwa aku sama sekali tidak membawa perlengkapan untuk menginap
karena aku yakin akan pulang ke rumah. Tapi keadaan berbeda. Cuaca cerah dan
kami mendapat tempat strategis dan cukup ‘nyaman’ di pinggir pantai. Jadi aku
memilih untuk bertahan di Copacabana.
Meskipun
tidak menjalankan ritual seperti di rumah, aku tetap ingin buang air kecil
sebelum tidur. Ga lucu dong ya pas tengah malam, aku kebelet pipis dan tak ada
satu orang pun yang bisa menemaniku mencari toilet. Kalau di dalam rumah aku
pasti tak khawatir akan hal tersebut. Tapi berada di pantai raksasa, pantai
asing yang dipenuhi dengan lautan manusia, rasanya aku tak berani beranjak
sendirian. Kalau aku diculik ‘kan nanti banyak yang sedih.. hahahaha..
Alhasil,
malam itu, aku dan beberapa rekan dari grupku memilih untuk mengantri toilet.
Sekali lagi kukatakan, jangan membayangkan sesuatu yang nyaman dan nikmat saat
WYD. Toilet bersih dan sepi tinggal khayalan belaka.
Relokasi
Vigil Night tentu saja membuat infrastruktur
tidak memadai seperti di Guaratiba. Sekitar 4 juta orang berada di sebuah
pantai! Memang pantai Copacabana sangat panjang. Tapi toilet menjadi kebutuhan
primer di saat seperti itu.. melebihi makanan dan minuman.. hahaha..
Ini
balada toiletku. Mengantri di sebuah toilet restoran harus memakan waktu hampir
2 jam. Dan yang menyesakkan hati adalah saat telah melewatkan 1,5 jam berdiri
mengantri dan tersisa 10 orang di depanku, toilet ditutup oleh petugas restoran!!
Aku hanya bisa melongo..
Alhasil
aku pindah mengantri ke toilet kotak, yang syukurlah tanpa penerangan di
dalamnya. Jadi aku tak melihat isi lobang toilet. Yang bisa kulakukan malam itu
adalah menahan nafas dan secepat mungkin keluar dari toilet kotak itu..
Memorable!!
Hahaha..
See you in 2016! Anyone? :D |
Saatnya
tidur!! Berpepes ria dengan sesama rekan berjaket merah. Malam itu, modalku
hanyalah si jaket wind breaker. Selebihnya hanya bisa berpasrah pada apapun
yang ada, yang telah dibawa oleh para pria.
Angin
laut menerpa kuat Pantai Copacabana.
Lampu kota
menyinari dengan kuat.
Aku telentang
menghadap langit, siap menghitung bintang, lantas menyadari: aku tidur
beratapkan langit cerahnya Rio de Janeiro.
How can’t I praise Lord! You are awesome, Lord!
Malam
itu menjadi malam yang tak terlupakan saat suara keramaian perlahan menghilang,
berganti oleh jutaan orang yang senyap memasuki alam mimpi mereka. Sebuah pengalaman
luar biasa bisa melewati malam di pantai ini.
Ditambah
beberapa kejadian yang membuatku takkan melupakan malam ini.
Peristiwa
minum-minum hampir mabuk yang dilakukan beberapa pria Indonesia..
Peristiwa
Nory yang menggigil kedinginan, berlanjut dengan adegan…. *sensor*
Peristiwa
Darmawan dan Surya yang fenomenal.
Atau Mama
Marly yang bermain gendang sepanjang malam..
Hehehe..
Yup! Semua itu yang akan tinggal dalam ingatan dan kenangan kita.
Memorable
Vigil Night.. :)
Saat
mentari perlahan menampakkan dirinya, suasana masih sangat senyap. Deburan ombak
yang berjarak cukup jauh dari ‘lapak’ kami menjadi sangat jelas terdengar. Langit
merah di ufuk timur menambah keindahan pagi di Rio de Janeiro ini.
Kunaikkan
syukur pada Tuhan atas anugrah indahNya ini.. :)
Morning in Copacabana.. So lovely.. |
Ritual
pagi tentu saja tak bisa kulakukan. Gimana mau sikat gigi atau cuci muka, lah
wong aku ga bawa peralatan perang.. hahaha..
Yang ingin
kulakukan pagi itu hanyalah buang air kecil. Dan untuk kedua kalinya aku harus
membuang waktu sangat banyak hanya untuk 1 menit di dalam toilet.
Berjalan
jauh dari pantai, melewati komplek Copacabana, akhirnya aku memilih mengantri
di toilet gereja. Aku mulai mengantri
saat misa pertama baru mulai dan aku baru mendapat giliran masuk ke toilet saat
misa kedua selesai… Rasanya mau nangis.. :(((((
Dan begitu
aku kembali ke ‘lapak’, ternyata aku telah melewatkan banyak hal, salah satunya
Paus yang kembali berkeliling menyapa kami semua.
Balada
toilet 2.. hahaha..
World Youth Day tiba di penghujungnya.
Misa penutup
segera dilaksanakan pagi ini. Rangkaian 5 hari WYD akan berakhir. Dipimpin oleh
Paus Fransiskus, misa dimulai sekitar pukul 9 pagi. Di tengah panas matahari
pagi, 4 juta orang dengan khusyuk mengikuti jalannya misa.
Di
kotbahnya, Paus berkata bahwa Gereja membutuhkan orang muda, jadi pergilah,
jangan takut, dan layanilah!
Go, do not
be afraid, and serve!
Aku yang
merasa masih sangat muda menjadi sangat terdorong untuk terus melayani Gereja
dan Tuhan.
Aku sadar
bahwa berada dan tinggal selama 2 minggu di Brazil memang bukanlah sesuatu yang
mudah. Berada di Sao Paulo dan Rio de Janeiro merupakan sebuah peziarahan. Tapi
nyatanya peziarahanku malah baru dimulai karena sepulangnya dari Brazil ada
sebuah tugas yang jauh lebih berat, yakni bercerita, berbagi, dan melayani. Karena
terlalu banyak cerita yang ingin kukisahkan, yang ingin kubagikan. Ingin terus
bercerita agar mereka yang tidak berkesempatan ke WYD Brazil pun dapat
merasakan apa yang kualami.
Misa
Penutupan berakhir, massa pun membubarkan diri dengan sangat teratur. 4 juta
orang perlahan meninggalkan 4 km Pantai Copacabana tersebut. Termasuk kami, tim
Indonesia. Berbenah ‘lapak’, berfoto, dan bertukar souvenir. Itu kegiatan
terakhir kami sebelum meninggalkan pantai bersejarah ini.
After Closing Mass |
Saat itu aku berkata, "God, please stop the time. I still want to enjoy the beauty of Brazil." |
Dalam keadaan
biasa di Jakarta, mungkin aku akan merengek minta pulang. Badan letih dan belum
mandi, belum sikat gigi! Rasanya ingin segera membersihkan diri dan menyentuh
kasur. Tapi aku berada dalam keadaan luar biasa. Aku berada di Brazil! Rugi
dong yaaa kalau aku langsung pulang ke rumah.
Jadi
tujuan selanjutnya adalah Pantai Ipanema, sebuah pantai yang lebih kecil dari
Copacabana dan letaknya bersebelahan. Jadi kami yang hanya tersisa 10 orang pun
berjalan menyusuri panjangnya Copacabana dan berbelok menuju Ipanema.
Di
tengah jalan kami mampi di Chinese Food Restaurant. Tempat favorit kami..
hehehe.. Lapar dan letih seolah hilang saat mendapati makanan yang cocok dengan
lidah kami.. hahaha..
Selesai
makan siang, seolah mendapat energi baru. Kami melanjutkan berjalan kaki menuju
Pantai Ipanema. Dalam hitungan menit, pantai tersebut berada di hadapan kami.
Ipanema
yang selama ini kulihat berada di sandal jepit, kali ini kurasakan pasir dan
deburan ombaknya.
Love to be there! :)
Ini
hasil kami bersukaria di Pantai Ipanema
Ipanema Praia |
Proud to be Indonesian Catholic Youth |
Main
di pantai tentu saja membuat kami basah. Aku yang dari awal menghindari
kebasahan ini, teteeeppp ajaaa kena basah… Lepek… :(
Tapi teteeeepp
juga kami belum mau pulang. Tujuan selanjutnya mencari Starbucks Brazil demi
koleksi mug.. hahaha..
Starbucks near Ipanema and Copacabana |
Cafe da Manha |
Baru dari
Starbucks kami pun memutuskan pulang ke rumah di Bras de Pina dengan kondisi
lepek, lelah, letih, tapi bahagia.. :)))
Tiba
di rumah mama, ada satu hal yang amat sangat aku syukuri.
Sebuah
mujizat yang aku alami.
Daily Softlensku
masih kupakai hingga tiba di rumah dan itu sama sekali tidak mengganggu
mataku!!!
Ajaib!
Di Jakarta,
aku akan merasa ada sesuatu yang mengganjal di mataku setelah kugunakan lebih
dari 8 jam. Di Rio, kupakai selama 36 jam, semuanya baik-baik saja.
Aku
tidak melepasnya saat tidur di pantai. Aku dapat membuka mataku di pagi hari
dan terus kupakai sampai aku tiba kembali di Bras de Pina. Amazing!
Thanks God!!! For this small miracle.. You always know what I
need…
Tuhan
izinkan aku terus mengenakan daily softlens tersebut karena Dia tahu aku tidak
dapat melihat dengan jelas bila kulepas softlensku. Dan Dia tetap menjaga
mataku agar tidak iritasi atau sakit.. :)
Tapi aku
berjanji tak akan mengulangnya lagi.. Serem jugaaa.. hahaha..
World Youth Day berakhir, tapi tidak dengan perjalananku di Brazil..
(to be continued..)
Comments
Post a Comment