Jatuh Cinta pada Mimpiku
Jumat
malam, biasanya aku kelayapan menuruti ke manapun kakiku hendak melangkah. Tapi kali ini, aku telah berpiyama dengan manisnya dan berada di kamarku yang cozy.
Yup.. Menikmati
jelang-weekend di kamarku sendiri,
rasanya ternyata jauh lebih nikmat.
Duduk
diam di hadapan laptopku selalu
menjadi salah satu favoritku (setelah kasur, batal, dan gulingku.. hahaha..).
Bersama
laptopku, mampu kurangkai berjuta
kata yang tadinya tersimpan di hati. Aku merasa nyaman saat jemariku terus
menari menekan tombol huruf-huruf. Tentu saja sambil terus berlarian bersama
imajinasiku.
Merangkai
kata.
Ah.. Aku
begitu menyukainya.
Aku
tak tahu kapan persisnya aku mulai jatuh cinta pada rangkaian kata yang kususun
sendiri. Yang kutahu pasti hingga saat ini aku begitu menikmati saat di mana
aku otakku tak dapat berhenti mengeluarkan kata-kata yang terangkai indah.
Aku
terlahir sebagai sesorang yang tertutup. Kuingat sejak kecil, aku selalu tampil
biasa saja, cenderung pemalu. Tak pernah berani kutatap mata orang lain. Aku
lebih nyaman berdiam diri, sendirian. Bagiku, bertemu orang lain adalah
siksaan.
Mungkin
itulah yang membuatku mulai berkutat dengan tulisanku sendiri. Aku lebih nyaman
memainkan jemariku, menggoreskan tinta di kertas kosong, yang akhirnya menjadi tempatku
menumpahkan perasaan hatiku. Tak hanya selembar tapi menjadi berlembar-lembar
kertas penuh tulisan rapi..
Hingga
sekarang, setelah kurasakan banyak perubahan dalam diriku, aku tetap merasa
begitu nyaman menuangkan segalanya melalui tulisan. Sekarang, mungkin aku tak
lagi tertutup. Aku tak lagi berdiam diri. Bahkan mungkin sekarang aku terlalu
cerewet… (heiii, tampaknya banyak yang amat sangat setuju bahwa aku cerewet..
hahaha…) Tapi tetap, tak bisa kutinggalkan kebiasaan favoritku: merangkai kata
tertulis.
Aku
tak pernah tahu persis berapa banyak yang membaca tulisanku. Aku tak pernah
tahu apa pendapat mereka yang membaca kata-kataku. Aku hanya tahu aku suka
sekali menulis dan ingin terus membagikan tulisan yang mampu memberkati banyak
orang. Aku hanya berharap rangkaian kata-kataku mampu menyentuh banyak orang.
Kusyukuri
segala keadaan dan talenta yang kumiliki. Bahwa ini adalah talenta dariNya, tak
akan pernah kulupakan. Aku tak pernah mendalami sastra atau bahasa. Aku juga
tak pernah membuka-buka kamus bahasa. Yang aku ingat hanyalah pelajaran Bahasa
Indonesia saat aku SMP. Masa-masa itu begitu melekat dalam ingatanku, termasuk
guru Bahasa Indonesiaku, Ibu Lidya. Banyak hal yang kudapat dari beliau dan sejak
itulah aku lebih mengerti bagaimana cara merangkai kata menjadi sebuah tulisan
yang baik.
Sekarang,
aku mendapati kenikmatan luar biasa saat ada teman atau siapa pun yang merasa
terberkati oleh tulisanku. Tak ada yang lebih menyenangkan saat mengetahui
banyak orang yang membacanya. Bahkan, saat hanya ada 1 orang yang membacanya,
telah menjadi berkat yang tak terkira bagiku.
Terimakasih
kepadaNya, untuk kesempatan, fasilitas, dan juga talenta yang diberikan padaku.
Aku terlalu suka menulis dan aku ingin terus menulis, mengejar impianku.
Comments
Post a Comment